Setelah merebahkan kembali Cindy ke kamarnya, ayah kebingungan karena sudah lama Cindy tak tidur berjalan. Paginya, ayah dan ibu membahas kejadian semalam. Mereka heran ada apa gerangan sampai penyakit tidur berjalan itu kambuh lagi. Bukan penyakit ding, hanya sedikit kelainan. Mereka membahasnya di kamar mandi. Ayah juga terkejut karena memar ibu semakin banyak, bahkan di tempat yang tertutup baju. Ayah menyarankan untuk memanggil dokter.
Ayah hendak berangkat kerja waktu dikejutkan oleh suara kepakan burung yang terjatuh. Seekor merpati lehernya patah karena menabrak dinding rumah. Aneh sih, harusnya burung-burung akan menghindari penghalang. Andrea, Christine, Cindy dan Nancy pun berangkat ke sekolah. Tinggal ibu dan April yang di rumah. Ibu memeriksa keadaan April di kamarnya. Ia sedang mengobrol dengan seseorang. Ibu melongok untuk melihat dengan siapa April mengobrol. Sepertinya ibu menganggap itu adalah kebiasaan April yang punya teman khayalan, layaknya anak-anak lain. Ibu pun masuk kamar dan bertanya dengan siapa April mengobrol. April menjawab bahwa ia mengobrol dengan seorang anak laki-laki yang wajahnya selalu sedih, namanya Rory. Ibu tanya lagi, mengapa Rory bersedih. April menjawab tidak tahu karena Rory tak mau bercerita. Ibu ingin tahu Rory itu seperti apa. April mengatakan, kalau ibu bisa bertemu Rory lewat kotak musiknya. Ibu merasa itu agak ganjil, tapi menurut saja. Kata April, Rory akan muncul setelah musiknya berhenti. Ibu memperhatikan cermin spiral di bagian tutup yang terus berputar-putar. Musik berhenti dan ibu seperti melihat sekelebat bayangan, tapi April sudah keburu mengagetkannya. April mengajak ibu bermain hide and clap, karena kakak-kakaknya tak ada yang pernah mengajaknya main bersama. Ibu pun terpaksa menurut. Ibu yang jaga, April yang sembunyi. April menutup mata ibu dengan selendang merah. Ibu menyusuri lorong setelah tepuk pertama. Karena tak terbiasa, berulang kali ia menyenggol barang-barang, bahkan menabrak pagar balkon. Tepuk kedua, ibu mendengarnya dari kamar Andrea. Ibu pun masuk dan senang akan cepat menemukan April. Lemari antic di kamar itu terbuka sendiri. Ibu tersenyum mengira April bersembunyi di dalamnya. Ia meminta tepukan ke tiga. Sepasang tangan pucat ukuran dewasa keluar dari balik gantungan baju, member tanda tepukan pada ibu. Ibu segera menuju lemari. Ia mendengar dengus nafas di balik baju. Lalu ia merasa aneh, karena dengus nafas yang ia dengar posisinya lebih tinggi daripada April dalam kondisi berdiri. Ia pun penasaran dan membuka tutup matanya, menyibakkan baju-baju yang ternyata tak ada siapapun di dalamnya. April muncul mengagetkan dari luar kamar. ia tertawa senang ibunya kalah bermain karena melepas tutup mata duluan. Ia mengatakan ibu salah kamar, karena ia sembunyi di kamar Nancy.
Hari sudah berganti malam lagi. Ayah mendapat telfon dari kota, yang memintanya harus sering ke luar kota karena berbagai hal. Ibu mendengarkan di belakang ayah. Wajahnya menyimpan beberapa pertanyaan tentang kejadian tadi pagi. Tapi, karena ayah sudah banyak masalah, sepertinya ibu lebih memilih untuk tak bercerita. Ia malah mendukung ayah dengan mengatakan bahwa semuanya pasti akan baik-baik saja di rumah meski ayah pergi.
Saat tengah malam, ada yang menarik-narik kaki Christine lagi. Kali ini hentakannya lebih kuat hingga ia terbangun. Ia merasa ada seseorang yang usil di bawah ranjangnya. Awalnya, ia mengira Nancy yang melakukannya. Tapi, ia melihat Nancy masih tidur di ranjangnya dengan tenang. Ia pun penasaran dan melongok ke bawah ranjang. Tak ada apa-apa di sana. Ekor matanya menangkap gerakan dari seberang kolong ranjang. Pintu kamarnya bergerak sendiri, seperti ada seseorang di balik pintu yang mendorongnya. Christine menegakkan tubuhnya kembali untuk memastikan apa yang ia lihat. Ia terpaku di tempat tidurnya. Tubuhnya gemetar. Ia melihat sesuatu di balik pintu. Dengan suara tercekat, ia membangunkan Nancy. Nancy melihat Christine yang ketakutan di ranjangnya. Nancy memakai kaca matanya saat Christine menanyainya apakah ia melihat sesuatu di balik pintu. Untuk memastikan bahwa tidak ada apa-apa di balik pintu, Nancy pun turun dari ranjangnya dan mendekati pintu. Ia seketika mengeluhkan bau busuk lagi. Christine melarangnya menyibakkan daun pintu. Ia juga mengatakan bahwa makhluk itu tepat di belakang Nancy. Agak takut-takut Nancy menoleh ke belakang punggungnya. Tiba-tiba, pintu terbanting menutup. Christine dan Nancy berteriak kencang. Sontak, ayah dan ibu keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi. Pintu kamar Nancy susah di buka. Mereka masih berteriak. Ayah dan ibu berhasil masuk ke dalam. Christine menangis ketakutan dan mengatakan pada ayahnya bahwa ada seseorang di balik pintu. Ayah melongok ke balik pintu dan menunjukkan pada semuanya kalau tidak ada siapa-siapa di sana. Christine bersumpah ia melihatnya, bahkan makhluk itu mengatakan padanya akan membunuh seluruh keluarganya. Ibu memeluknya untuk menenangkan.
Siang hari di kediaman keluarga Warren.
Lorraine, putrinya (Judy) dan pengasuh putrinya (Georgiana) sedang bermain dengan seekor burung dara putih di pekarangan. Ed keluar menuju ke mobilnya. Lorraine menanyai tujuan kepergian Ed. Ed menjawab, dan Lorraine tahu ia sedang dibohongi. Ia pun memaksa ikut dalam urusan perhantuan ini karena menurutnya, mereka di satukan untuk satu tujuan, memberantas kejahatan para hantu (hahaha, tak lebaykan, kaya super hero aja memberantas kejahatan). Ed tak bisa menolak kemauan istrinya. Ia hanya khawatir kejadian dulu yang membuat istrinya trauma akan terulang lagi. Lorraine meyakinkan suaminya bahwa ia akan baik-baik saja. Mereka pun berangkat menuju TKP. Sepasang suami istri mengeluhkan lotengnya mengeluarkan suara-suara aneh. Ed dan Lorraine memeriksanya dengan seksama. Ternyata itu hanya gesekan lantai kayu dan pipa air. Lorraine meyakinkan pasangan tadi bahwa rumah mereka bebas dari hantu.
Malam berikutnya di kediaman keluarga Perron.
Terror semakin digencarkan. Ayah sedang pergi ke luar kota saat itu. Sudah hampir tengah malam, dan ibu tidak bisa tidur. Ia memeriksa memar-memarnya dan meminum obatnya (berarti sudah ke dokter). Ia menyibukkan diri dengan memberesi pakaian sambil mendengarkan music. Lagunya aja serem lho menurutku. Samar-samar ibu mendengar suara tawa cekikikan. Ia mengira putrinya masih bermain-main. Ia mengecilkan suara music dan mendengarkan dengan seksama. Ada suara langkah-langkah kaki dan tepukan tangan. Ibu berteriak untuk berhenti bermain dan segera tidur, karena mengira yang di luar adalah anak-anaknya yang suka sekali bermain hide and clap. Suara-suara di luar tidak berhenti. Ia pun keluar kamar untuk memeriksa. Anak-anaknya sudah tidur. Dari balkon, ibu lihat pun tidak ada siapa-siapa. Kamar Andrea paling ujung. Ia menuju ke sana dan melihatnya juga sudah tidur. Tiba-tiba, ibu dikagetkan dengan suara benda jatuh dan kaca pecah. Keras sekali. Anehnya, anak-anaknya tidak ada yang bangun. Ibu menuju ke sumber suara dan mendapati foto-foto yang ia gantung di sepanjang dinding tangga, berjatuhan dan hancur berantakan. Saat itu, sepertinya ibu masih mengira kalau itu adalah perbuatan manusia. Ibu mengikuti suara langkah kaki dan tepukan tangan ke lantai bawah. Sebenarnya, ibu agak takut, tapi memaksakan diri. Sampai dapur, ia bahkan berteriak menanyai siapa yang di sana. Tentu saja tak ada jawaban. Suara –suara itu berpindah ke ruang bawah tanah. Ibu masuk ke sana, berdiri di lantai sebelum tangga turun. Ruang bawah tanah sudah ada lampunya. Ibu melihat ke sekeliling tanpa berani turun. Ia sudah merasa ada yang aneh. Tak ada siapa-siapa. Ibu berteriak lagi, siapapun yang bersembunyi di sana, ibu kan menutup pintu gudang itu. Tapi, sebelum ibu berbalik, pintu gudang itu sudah mengunci sendiri dan bahkan mendorong ibu jatuh berguling menuruni tangga. Ibu terduduk di lantai ruang bawah tanah sekarang. Ibu kedinginan, ditambah ketakutan. Ada bola yang menggelinding di depannya, tapi tak ada siapa-siapa. Ibu pun berlari menaiki tangga dan menggedor-gedor pintu. Pintu terkunci dari luar, dan sepertinya tak ada yang mendengar teriakan ibu. Lampu ruang bawah tanah meledak dan mati. Ibu sendiri bergelap-gelapan di sana. Ia semakin ketakutan. Tangannya menemukan korek yang ditinggal ayak dulu. Ia pun menyalakannya. Ada suara yang mengajaknya bermain hide and clap. Ibu menyalakan lagi koreknya. Ada sepasang tangan bertepuk di belakang pundaknya (hiiii… serem asli). Ibu minta tolong sambil terus menggedor pintu.
Sementara ibu terkurung di gudang, Cindy kumat tidur berjalan lagi. Ia masuk kamar Andrea, dan seperti biasa, kepalanya membentur-bentur lemari. Andrea terbangun mendengar suara benturan berulang-ulang. Ia memapah Cindy ke ranjangnya dan menidurkannya di sana. Tapi, ia mendengar suara lagi dari lemari. Kali ini suara ketukan, berulang-ulang, dari dalam lemari. Setengah takut setengah penasaran, Andrea mendekati lemari dan membukanya. Tak ada apa-apa. Cindy terbangun saat kakaknya membuka lemari. Matanya membelalak ketakutan melihat makhluk mengerikan berpose dan menyeringai di atas lemari. Andrea menoleh ke arah Cindy, lalu matanya mengikuti arah pandangan Cindy yang mendongak. Mereka berdua berteriak keras-keras. Hantu itu terjun menerkam Andrea. Hore! Akhirnya hantu utamanya muncul. Tidak terlalu menyeramkan sih. Masih lebih seram hantu-hantu di film horror Indonesia. Hantu itu adalah si Batsheba, tukang sihir pemilik pertama rumah itu. Diperankan oleh Joseph Bishara yang sekaligus merangkap sebagai tukang sound alias piƱata music dan suara. Kebetulan saat itu ayah baru tiba dari luar kota dan langsung berlari begitu mendengar teriakan. Ia menyelamatkan ibu duluan di lantai bawah, lalu mereka berdua naik ke kamar Andrea, disambut Cindy yang ketakutan. Andrea masih berguling-guling di lantai, tangannya mengibas-ngibaskan sesuatu di atas tubuhnya. Ibu langsung memeluk Andrea, adik-adiknya bangun dan melongok dari balik pintu. Ayah meminta penjelasan pada semuanya.
Hmmmmhhhh… sudah mulai menguras keberanian nih. Nggak berani nulis malam-malam, nggak berani majang gambar banyak-banyak. Serrreeeemmm. Aku paling takut sama hantu anak-anak, jadi paling ngeri bagiku ya adegan hantu tepuk tangan. Sepi, sendiri, terkurung, tak berdaya, digodain. Ih, amit-amit deh.