Senin, 29 April 2013

The Artist Part 5

Bagian ke lima…
Suatu hari, George memutuskan untuk menonton film yang diperankan Peppy. Setelah insiden dibodoh-bodohi di bar, hatinya pun sedikit terbuka untuk menikmati film bersuara. Di dalam bioskop, ia bias tersenyum, bahkan tertawa. Ia juga memandangi Peppy yang di layar dengan ekspresi penuh cinta.
Tapi, ia jadi tidak bias seperti dulu lagi. Ia tidak menikmati saat memutar kembali film-filmnya terdahulu. Ia pun jadi panas hati dan mengamuk. Di dorong oleh minuman keras yang menjadikan ia mabuk, secara brutal dan tak sadar ia mengobrak abril koleksi kaset videonya, hingga terburai memenuhi lantai kamarnya.
 
Dengan tersenyum penuh kemenangan, ia pun menyalakan korek api yang langsung melahap pita film itu, yang notabene memang terbuat dari bahan yang mudah terbakar. Well, minuman keras memang contoh nyata beberapa kerusakan moral dan material yang disebabkan manusia.

Jack, anjingnya, menggonggong dengan keras melihat ruangan itu terbakar dan penuh asap. George pun menyadari kesalahannya. Dengan panic, ia mengobrak-abik tumpukan film yang sedang terbakar, menemukan apa yang dicarinya, dan memelukknya erat-erat di dadanya. Ia terduduk di pojok ruangan dan pasrah andai api melahap tubuhnya. Ia pun mulai batuk-batuk dan pingsan.
Jack lari sekencang-kencangnya untuk mencari bantuan. Ia menemukan seorang polisi yang sedang berjaga beberapa blok dari apartemen itu. Polisi itu awalnya bingung, karena anjing itu terus menyalak, berlari lalu kembali lagi, pura-pura mati saat polisi itu berakting menembaknya. Seorang wanita yang berdiri di sana menyarankan agar polisi itu mengikuti si anjing, siapa tahu memang ada seseorang yang sedang dalam bahaya.
 

Polisi itupun kewalahan berlari mengikuti Jack yang sangat kencang. Ia pun berlari lebih kencang lagi saat melihat orang-orang berlarian ke sebuah gedung yang terbakar. Dengan sigap, ia memasuki gedung dan menyeret George ke luar gedung. Beberapa wanita mengenalinya sebagai  George Valentin. Polisi itu berkata, kalau ia sadar, tolong katakan padanya kalau ia sudah berhutang nyawa pada anjingnya. Padahal, di adegan setelah ia menonton film Peppy, ada seorang wanita yang menghentikannya, bukan karena ia artis, tapi karena ia ingin membelai anjingnya. George pun dulu hanya berkata: andai saja anjing ini bias bicara (ayo.. ayo.. berspekulasi maksudnya apa?^_^)
Di tempat syuting, saat sedang menunggu persiapan adegan berikutnya, Peppy melihat sebuah judul berita di sebuah surat kabar yang ditinggalkan di kursi sebelahnya. Ia pun terkejut melihat berita kebakaran George Valentin. Saat adegan sudah siap, sang sutradara malah kehilangan dirinya.
Ternyata Peppy pergi ke rumah sakit tempat George di rawat. Ia masuk dan di sambut dengan ramah oleh dokter. Ia sekuilas melihat rol film di meja. Dokter bilang, saat pingsan, George memeluk erat benda itu sampai susah dilepaskan.
Peppy pun penasaran dan membuka sedikit film itu. Ia tersenyum haru saat adegan mereka berdansa berkelebat di layar. Jadi film itu yang ia lindungi? So sweet…
Peppy pun menyarankan untuk merawat George di rumahnya, dan dokter mengijinkan.
Perawat terbangun saat  Jack menyalak melihat George siuman. Ia segera membangunkan Peppy di kamarnya. Peppy pun langsung menghambur ke pelukan George dan mereka pun bergumul dengan mesra, lalu langsung sadar ada perawat yang memperhatikan mereka.
Mereka pun sarapan bersama. Peppy dengan bersemangat bercerita banyak hal pada George. George pun menanggapi dengan ceria. Tapi, raut mukanya langsung berubah saat Peppy mengatakan akan berangkat syuting adegan penting hari ini. Peppy menyadari perubahan raut muka itu. Ia pun berpamitan.
Di tempat syuting, Peppy dengan semangat mengajukan cerita yang bias ia mainkan bersama George. Cerita tentang percintaan dua sejoli, dia dan George, duhh… ngarep banget ya? Ia yakin film itu akan sukses nantinya.
Al Zimer menolak ide itu mentah-mentah. Ia mengatakan bahwa George jelas dari awal sudah tidak bersedia mengambil bagian dalam film bersuara. Sudahlah! Bentaknya. Lupakan George Valentin karena ia bukan siapa-siapa lagi sekarang.
Peppy pun bereaksi tidak kalah sengit. Ia berkacak pinggang, mengancam akan mogok syuting kalau idenya diabaikan.
Sepertinya Al Zimer menyetujui usulan Peppy itu karena adegan selanjutnya adalah Clifton yang menemui George di kamarnya, menyerahkan sebuah scenario kepadanya. Ia juga menjawan keterkejutan George yang melihatnya muncul di rumah Peppy dengan mengatakan bahwa ia bekerja untuk Nona Peppy sekarang.
George masih menganggap bermain film bersuara akan terlihat konyol untuknya. Clifton menyarankan untuk mempertimbangkan lagi keputusannya karena Nona Peppy adalah orang yang sangat baik. Clifton

George merasa bosan terus berada di kamar. Ia pun memutuskan untuk mencari udara segar. Dengan ditemani Jack, ia berkeliling rumah. Tiba-tiba, Jack menyalak dengan keras di depan sebuah ruangan yang pintunya tertutup rapat. Penasaran, ia pun masuk ke ruangan itu.
Ruangan itu layaknya sebuah gudang. Banyak benda yang ditutupi kain putih. Jack terus menggonggongi benda-benda tertutup kain itu. Seolah meminta persetujuan, George menoleh pada Jack lalu menyingkap kain putih yang menutupi sebuah benda. Ia syok karena ia mengenali benda itu adalah benda yang duu dilelangnya.
Dengan marah, ia membuka semua penutup. Tak ada satupun yang tertinggal. Semua benda yang dilelangnya berpindah ke tangan Peppy. Bahkan lukisan raksasa dirinya. Permainan macam apa ini? Mungkin begitu yang ada di pikirannya. Dengan gontai, ia meninggalkan ruangan itu. Bayangan orang yang membeli barang lelangnya berkelebat di matanya. Dan bayangan itu nyata. Sopir pribadi Peppy dan pelayannya sudah menunggu di ambang pintu. Merekapun menceritakan yang sebenarnya.
 Tapi George terlalu syok, terlalu marah, terlalu angkuh untuk mencerna sisi baik kenyataan yang mereka ceritakan itu. Ia merasa dibodohi, dimanfaatkan, dipecundangi, dikhianati. Ia pun menghambur keluar ruangan, melepas perban tangannya dan meletakkannya di meja lobby (tahu kan… kalo rumahnya orang-orang sono bagian depannya setelah pintu masuk berupa lobby. Atau… apa sih namanya… foyer? Ya… semacam itulah). Ia meninggalkan rumh Peppy dengan tergesa-gesa. Berjalan luntang-lantung dengan pikiran penuh dan tatapan kosong. Ia berhenti sejenak di depan sebuah toko, memandangi etalasenya yang memajang stelan yang pernah ia gunakan, yang ia gadaikan untuk membeli minuman keras. Ia mematut dirinya yang terpantul di kaca etalase. Stelan itu terlihat masih cocok untuknya.
Tiba-tiba, seorang polisi mendekatinya. Adegan ini tidak ada dialognya, jadi saya berspekulasi sendiri, hehehe. Polisi itu berbicara panjang lebar, sampai mulutnya di zoom segala lho. Menurutku sih, ia tidak mengenali George saat itu dan sedang mengasihani nasib artis George Valentin yang kehilangan segalanya, bahkan harus berhutang nyawa pada anjingnya, dan menebeng di rumah orang lain. Sepertinya sih begitu, karena tawa polisi itu berganti dengan kelebatan tawa beberapa orang diikuti dengan komentar. George merasa ketakutan. Ia lari meninggalkan polisi itu yang terheran-heran dengan tingkahnya. George terus berlari, menuju kamarnya yang terbakar.
Hatinya begitu sakit. Ia merasa begitu kecewa pada hidup, terutama pada dirinya sendiri. Ia merutuki kebodohan dan keangkuhannya, ia meratapi seluruh kehilangannya. Ia ingat masih punya sesuatu yang bias ia gunakan jika waktu sudah tidak berpihak padanya seperti sekarang ini. Ia mengambil sebuah kotak sambil menangis. Ia membuka kotak itu, memandanginya sebentar, sementara anjingnya terus menggonggong di sampingnya.
Di rumah Peppy, sedang terjadi kehebohan. Ia yang baru pulang dari tempat syuting, kebingungan melihat ada perban di meja lobby. Kebingungannya berubah menjadi rasa bersalah yang luar biasa dan kepanikan begitu ia mendengar kejadian sebelumnya dari pelayannya. Ia mencari George di sekitar rumahnya. Ia memanggil-manggil Clifton setelah ia sadar kemana perginya George sekarang. Ia tahu George mungkin akan melakukan hal-hal bodoh dalam kondisi jiwa yang sedang labil. Karena Clifton tidak muncul juga, ia pun memutuskan untuk menyetir sendiri meski ia tahu ia tidak begitu mahir.
Ia menyetir ugal-ugalan saking paniknya. Beberapa kali hampir membahayakan pengguna jalan lain. Ia terus merapalkan doa supaya tidak terjadi apa-apa pada George.
Kembali ke George di kamarnya. Ia mengambil isi kotak itu yang ternyata berisi sebuah pistol. Dengan perasaan kacau, George mengarahkan pistol itu ke mulutnya. Ia menguatkan hati menghadapi saat-saat terakhir hidupnya. Ia memejamkan mata, bersiap untuk menarik pelatuknya, dan BAM! Terdengar suara ledakan.
Eh? Kok Georgenya belum mati? Ia malah kaget mendengar suara ledakan itu. Sepertinya suaranya berasal dari depan gedung. Ia pun melongokkan kepala ke jendela.
Di luar, terlihat sebuah mobil yang menabrak pohon. Mobilnya Peppy ya?  Hahaha ada-ada aja deh…


Terlihat Peppy memasuki ruangan. Ia menangis dan meminta maaf pada George atas semuanya. Ia hanya bermaksud menolong, merawat dan mengasihi. Ini pernyataan cinta lho
George pun akhirnya menyadari kesalahannya. Benar kata Clifton, Peppy benar-benar orang baik. Ia pun menjatuhkan pistolnya dan langsung menghambur ke pelukan Peppy yang langsung menyambutnya dengan hangat.
Dengan isyarat matanya, Peppy seolah mempertanyakan tawarannya untuk bermain film bersama. George seolah masih tetap keberatan untuk main film bersuara. Peppy pun puny aide cemerlang agar mereka tetap bias main film bersama, tanpa George harus berkata-kata.
Mereka berdua ternyata berencana untuk menari dalam film. Mungkin itu peran yang sederhana untuk George. Tapi setidaknya, hal itu akan membangkitan kembali semangatnya. Bravo, Pep!
Mereka pun mendemonstasikan tarian mereka di depan Al Zimer dan langsung disetujui. Tariannya memang bagus kok.
Al Zimer pun bersuka cita menyambut penampilan mereka. Film ini ditutup dengan adegan mereka menari berpasangan di sebuah studio. Saat selesai, George dan Peppy yang sedang terengah-engah mengatur nafas, diminta sutradara untuk retake adegan. George pun dengan senang hati mengatakan: “with pleasure” dengan aksen perancisnya yang berusaha ia tutup-tutupi tapi tetap gagal (menurut saya sih…:-D). happy ending for all.
Well, ceritanya klise sih, tapi kekuatan aktingnya dapet banggeettt…

The Artist Part 4

Bagian ke empat…

 Hari itu, bersamaan dengan turunnya harga saham dunia, film mereka berdua pun diluncurkan. Hanya segelintir orang yang menonton filmnya, termasuk Peppy di balkon VIP, tapi George tidak tahu itu. Ia keluar dan melihat betapa banyak yang mengantri untuk menonton film Peppy.

Film hampir selesai. Seseorang yang bersama Peppy membisikkan sesuatu, kemungkinan sih mengomentari film itu. Peppy tak menggubrisnya. Ia tetap terpesona pada film itu. Ia bahkan menangis saat adegan terakhir yang menayangkan pemeran utama prianya tertelan pasir hisap, dan pemeran wanitanya menangis. Entah ia memeang menangis karena adegan itu, atau ia sedang memikirkan kebangkrutan yang akan ia hadapi setelah ini.
Peppy mengunjungi George setelahnya. Diguyur hujan malam-malam, ia pun meminta maaf atas apa yang ia ucapkan di restoran, dan, bahwa ia menyukai filmnya, ia tetap menyukai George Valentin. George pun menanggapinya dengan dingin. Adegan ini harusnya mengharukan, tapi tiba- tiba seorang pemuda yang biasa bersama Peppy menginterupsi mereka dan mengatakan kalau ayahnya adalah penggemar George (hehehe idola tua-tua).
Di dalam rumah, Doris Valentin marah-marah karena George menyebabkan mereka bangkrut dengan egonya yang menolak untuk main di film bersuara. Ia menyuruh George untuk mengemasi barang-barangnya dan angkat kaki dari rumah itu (ck,ck,ck, da uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang)
 Sementara itu, filmnya Peppy Miller sukses luar biasa.
George pindah ke sebuah apartemen kecil. Ia pun mulai suka minum-minuman keras. Ia sedang menuang tetes terakhir dari persediaan minumannya saat Clifton masuk. Georgepun ingat bahwa ia tak mungkin mempertahankan Clifton lagi. Ia sudah benar-benar bangkrut sekarang. Ia meminta Clifton untuk berganti pekerjaan dan memberikan mobil yang biasa mereka gunakan untuknya. Clifton awalnya tidak bersedia, tapi George mengusirnya.
Clifton menunggu di bawah pohon di depan apartemennya selama beberapa saat. George tahu itu dan tetap membiarkannya. Saat ia bangun tidur dan mendapati Clifton sudah tidak ada di sana, ia terlihat kecewa, sekaligus lega. Akhirnya, semua orang meninggalkannya, begitu mungkin yang terbersit di hatinya.
 Beberapa barang yang ia kumpulkan dari rumahnya dulu sedang dilelang. Ada guci, patung-patung, pakaian mahalnya, bahkan lukisan dirinya yang sebesar dinding. Ada dua orang yang selalu berhasil membeli barang-barangnya.  Satu orang kakek dan satu orang nenek. Mereka duduk berseberangan.
Akhirnya, semuanya terjual habis. Pelelang berkata pada George: selamat, Pak. Barang-barang anda terjual semua. Anda sudah tidak punya apa-apa lagi sekarang (maksudnya untuk dilelang). Tapi bagi George kata-kata itu bermakna sangat dalam. Ia pun hanya tersenyum masam.
 Di luar, kakek tadi yang membeli barang-barang George terntata sopir pribadi Peppy. Peppy sudah menunggu di mobil. Ia memperhatikan George yang berjalan meninggalkan tempat pelelangan. Dan ia pun menangis, meratapi betapa artis besar pun, yang pernah sangat dipuja, bias seterpuruk itu akhirnya. Kemungkinan yang nenek-nenek tadi juga anak buahnya Peppy deh…
Beberapa tahun setelah itu, George bahkan menjual satu-persatu stelan jas kesayangannya untuk miniu-minum. Ia sedang mabuk di sebuah bar, saat di imaginasinya, muncul dirinya versi liliput yang memerankan tokoh di film terakhirnya, membodoh-bodohinya, menyalahkan keputusannya dulu. Ia pun pingsan di tempat itu.
 Clifton lah yang dating menolongnya, membopongnya sampai ke tempat tidur di apartemennya. Tapi George tidak tahu itu.










The Artist Part 3

Bagianketiga…
 Peppy merasa berterima kasih pada George karena bias ikut syuting hari ini. Ia pun hendak menyampaikan itu padanya.

Ia menuju ke ruang ganti George. Di sana tidak ada siapa-siapa. Ia mengamati kesekeliling ruangan, menyentuh beberapa benda dengan penuh cinta. Ia pun menuliskan kata “thank you” di cermin dengan sebuah pensil alis.

Saat hendak keluar dari ruangan itu, pandangannya tertuju pada sebuah jas yang digantung di sana. Ini adegan favorit saya. Begitu alami, manis dan menggetarkan hati.
Peppy mendekati jaz itu, menyentuhnya dengan lembut, menghirup seluruh aroma George Valentin yang ada di jas itu. Ia bahkan meletakkan ujung lengan jas itu di telapak tangannya, seolah ada tangan hangat yang menggenggamnya. Ia pun berbicara dengan jas itu seolah ada George di hadapannya. Matanya sungguh penuh cinta.

Perlahan-lahan, ia menelusupkan tangannya di lengan jas itu. Jadi, sekarang satu lengan jas itu punya jari -jemari. Ia melingkarkan lengan itu di pinggangnya, memeluk semakin erat. Sungguh, adegan itu kesannya ada orang lain yang memeluk Peppy. Ciamik banget aktingnya.
Tiba –tiba George memasuki ruangan. Peppy pun jadi salah tingkah dibuatnya.

George menganggap seakan tak terjadi apa-apa. Ia meminta Peppy untuk mendekat. Ia mengatakan: jika kau ingin menjadi seorang aktris, maka kau harus memiliki sesuatu yang tak dimiliki aktris lain.
George pun membubuhkan “beauty spot” di atas bibir Peppy, yang kelak akan menjadi trademarknya.
 Setelah kejadian itu, Peppy sering diajak untuk main film. Mulai dari pemeran pembantu yang tanpa dialog, yang ia tonton bersama seorang lelaki,  hingga pemeran pembantu dengan dialog satu baris, memerankan peran yang agak penting, berlanjut ke memerankan peran yang cukup penting,  hingga namanya tertulis terus menanjak ke bagian atas sebagai pemeran utama yang sangat penting  saat pembukaan film.
George tetap eksis dengan filmnya. Ia terlihat sama sibuknya dengan Peppy. Film terakhir yang ia bintangi diceritakan ia sedang memainkan seorang jago pedang dalam sejarah Napoleon Bonaparte.
 

Saat syuting film selesai, Al Zimer memanggilnya, dan mengajaknya ke sebuah bioskop mini pribadi. Asap rokok mengepul memenuhi ruangan. Mereka menonton sebuah film yang diperankan oleh aktris wanita yang main di awal film ini. Yang membedakan adalah, tokoh wanita itu menggunakan microphone besar untuk merekam suara. Era perpindahan film bisu ke film bersuara.
George menganggap adegan bersuara sungguh konyol. Ia pun tertawa terbahak-bahak sambil beranjak meninggalkan ruangan. Al Zimer mengatakan untuk tidak tertawa karena film itu adalah masa depan yang akan mereka hadapi. Tapi George tidak peduli, dan mengatakan pada Al Zimer untuk mengambil saja masa depan itu untuk dirinya sendiri, sambil meninggalkan ruangan itu.
Al Zimer dan beberapa orang yang masih berada di dalam ruangan hanya bias menghela nafas.
Suatu malam beberapa hari setelah kejadian menonton film bersuara itu…
Tiba-tiba music latar berhenti. George bermimpi: ada sesuatu yang salah saat berada di dalam ruang  ganti. Gelas yang ia letakkan berbunyi. Ia bias mendengar anjingnya menggonggong, ia mendengar suara – suara di luar ruangan, tawa keras para penari latar yang melewati depan ruang gantinya, tapi, ia sendiri tak bias bersuara sedikitpun. Ia mencoba untuk berteriak sekeras mungkin tapi hasilnya sia-sia. Tetap tak ada sedikitpun suara yang keluar. Ia frustasi dan berteriak ketakutan saat selembar bulu jatuh dengan suara yang berdebam.    
George terbangun dengan keringat dingin memenuhi tubuhnya. Ia pun lega semua itu hanya mimpi.
Esoknya, ia seperti biasa berangkat ke Kinograph Studio. Ia heran karena tempat itu sepi sekali. Bahkan ruang yang biasanya digunakan untuk syuting terkunci rapat.
Seorang petugas bersih-bersih menunjukkan sebuah surat kabar pada George. Di surat kabar itu tertulis bahwa Kinograph Studio akan menghentikan produksi film bisu untuk beralih ke film bersuara.

 George sangat marah. Ia pun hendak menemui Al Zimer di kantornya. Al Zimer sedang rapat dengan beberapa staf yang umurannya masih muda, kemungkinan sedang membahas film bersuara saat  George memasuki ruangan. Al meminta orang-orang itu untuk beristirahat di luar ruangan sebentar. George pun bernegosiasi dengan Al.

Al mengatakan bahwa studio butuh berinovasi dengan wajah- wajah baru yang bias menyegarkan suasana. Sedangkan George dengan egonya yang tinggi mengatakan bahwa dial ah yang ingin dilihat orang-orang, bukan yang lain.
Karena tidak terjadi kesepakatan antara mereka berdua, George pun menantang Al dengan rencananya membuat film sendiri yang akan tetap dicintai banyak orang.
Saat hendak meninggalkan ruangan itu, ia melihat foto Peppy di brosur film terbaru Al Zimer. George pun menunjukkannya pada Al dan tersenyum sinis karena Al dulu pernah mengusir gadis itu tapi sekarang malah memanfaatkan ketenarannya.

 Di tangga, (eh, tangganya unik dan klasik lho, jadi ingat tangga di film Harry Potter deh) George bertemu dengan Peppy yang sedang berjalan dengan dua orang pemuda. Dengan bersemangat, Peppy bercerita kalau ia sudah menandatangani kontrak dengan Kinograph Studio. Ia pun berharap bias bermain film bersama lagi dengan George. Tapi George hanya diam dan merasakan para pemuda yang tadi bersama Peppy sedang memandangnya dengan tajam. Ia pun mengingatkan Peppy tentang pemuda yang tadi bersamanya. Peppy mengatakan mereka bukan siapa-siapanya. Ia berjanji akan bertemu lagi dengan George. Tak lupa, ia memberi George sebuah dukungan penyemangat dengan cara memberinya satu siulan keras dan satu kecupan jauh (kalau versi drama korea: fighting! Hehehe). Benar-benar orang yang menyenangkan ya si Peppy ini. Siapapun pasti akan merasa nyaman bersamanya. George pun tersenyum melihatnya. Penat sebelumnya seolah sirna dari wajahnya.
Di rumah, ia di sambut dingin oleh istrinya. Tiap hari biasa begitu kali ya, makanya George merasa kesepian. Malah Jack, anjingnya yang menyambutnya dengan hangat. Georpun memperlakukannya dengan hangat pula.
 George memulai proyek film pribadinya dengan dana pribadinya. Ia menjadi produser, sutradara, sekaligus pemain utama di film itu.

Selama 68 delapan hari, George sudah menghabiskan begitu banyak uang untuk filmnya.
Peppy pun sedang syuting film yang di dalamnya ia jadi tokoh utama. Banyak media yang berspekulasi agak miring tentang film yang sedang digarap George. Sebaliknya, mereka memuji-muji Peppy Miller dan filmnya.
George memilih untuk me-launching filmnya tanggal 25 Oktober, dan ia terkejut saat melihat spanduk film Peppy yang juga akan di tayangkan perdana tanggal 25 Oktober.
Sebenarnya, dalam hati ia sudah agak khawatir, tapi ia menguatkan hati dan berharap filmnya akan sukses seperti film-filmnya terdahulu.


 Suatu hari, Peppy memenuhi janji untuk wawancara dengan wartawan yang sudah menunggunya di sebuah restaurant. Ia duduk membelakangi George Valentin tanpa ia ketahui. Benar-benar kebetulan yang manis ya?
Dalam wawancara itu, para wartawan menanyakan pendapat Peppy tentang film bisu. Peppy menjawab bahwa sudah saatnya mencoba sesuatu yang baru, cara baru, orang-orang baru. Mereka seharusnya tidak lagi berekspresi aneh dan bertindak seperti orang bodoh di hadapan kamera, membuat para penonton menebak –nebak cerita dan tidak mengerti apa yang dimaksudkan para tokoh di film bisu, dan ia pun berpesan: berilah jalan pada yang muda untuk meneruskan perjuangan mereka.

 George bangkit dari kursinya dan mendekati kursi Peppy. Wajah Peppy langsung dipenuhi rasa bersalah yang teramat sangat.
Tanpa tedeng aling-aling, George berkata: aku sudah memberikan jalan padamu.