Senin, 31 Maret 2014

Perfume : The Story of a Murderer Part 5



Grenouille mengekstrak aroma Laura di pinggir pantai di seberang penginapan. Genap sudah essens nya yang ke tiga belas. Ketika sedang mencampur ketigabelas essens itu, para polisi mengepung dan menangkapnya. Ekspresi wajahnya tak menunjukkan rasa bersalah sama sekali. Ia diinterogasi dengan seksama, bahkan dengan penyiksaan, karena jawaban yang ia butuhkan terkesan meremehkan, yaitu bahwa ia membunuh karena butuh. Ia diinterogasi dengan cara digantung di bagian kaki, sedangkan kepalanya di celupkan berulang-ulang ke dalam drum berisi air, sampai para penyidik itu mendapatkan jawaban yang memuaskan. Grenouille tidak mengaku kalau ia sedang membuat parfum. Dan yang memimpin interogasi itu adalah Tuan Richi sendiri.



Adegan kembali ke awal film, di mana Grenouille diseret di penjara. Di luar penjara, ribuan orang berbondong-bondong hendak menonton eksekusi. Algojo yang naik ke atas panggung langsung dielu-elukan rakyat. Grenouille menunggu di selnya sebelum keluar. Saat para penjaga masuk, ia mengambil botol parfum dari sebuah ceruk di dinding penjara. Parfum harsil racikannya. Penjaga memukulinya lagi. Tapi, ketika ia membuka tutup botol itu, mereka berhenti, bahkan terperangah. Di luar, masyarakat masih bersorak sorai. Bahakan, uskup agung dari gereja ikut menyaksikan eksekusi.



Kereta kuda membawa grenouille ke tempat eksekusi. Sepertinya permintaan yang tadi ia ajukan adalah berganti baju dengan kepala penjaga. Karena sekarang ia mengenakan setelan warna biru langit yang bagus. Di dalam kereta, ia mengoleskan sedikit parfum racikannya ke tubuhnya. Ajaib, begitu ia turun dari kereta, semua orang yang tadi bersorak berharap ia segera mati, justru tersenyum menyambutnya, bahkan berlutut. Kemudian kerumunan itu terdiam. Algojo yang tadinya congkak pun berlutut di atas panggung. Grenouille menuju panggung. Saat itulah sang algojo berteriak, bahwa bagaimana mungkin ia bisa menghukum orang suci dan tak bersalah (what???). Anehnya lagi, semua orang mengamini ucapan algojo itu. Suasana mengkuduskan orang sangat terasa pada saat itu. 




Grenouille meneteskan parfum ke sapu tangan yang ia bawa, lalu mengibas-ngibaskan ke sekitarnya. Ke manapun arah sapu tangan itu dikibaskan, orang-orang yang menghirup aromanya mengekspresikan rasa melayang. Mereka berlutut, bersorak, seolah mendapat berkah dari para uskup agung. Bahkan uskup agung sendiri menyebutnya sebagai malaikat. Entah bagaimana, hanya Tuan Richi yang tak terpengaruh keadaan itu. Grenouille melepaskan sapu tangan itu, membiarkannya melayang di atas orang-orang, yang langsung berebut hendak mendapatkan sapu tangan.





Tiba-tiba, kerumunan massa itu seolah terdorong oleh sebuah kekuatan tak kasat mata, mereka saling memeluk, saling mencium, lelaki-perempuan, lelaki-lelaki, peremuan-perempuan, pesta orgy degnan peserta yang super banyak. Bahkan uskup agung pun ikut serta. Semuanya, kecuali Tuan richi. Grenouille menyaksikan semuanya dengan ekspresi biasa saja, seolah bisa memperkirakan kejadiannya. Ia melihat sekeranjang buah plum yang jatuh. Seketika, ingatannya kembali pada gadis penjual buah yang mati di tangannya. Ia menyesali kematian gadis itu. Di dalam benaknya, ia menangis di pelukan gadis itu. Menangisi kehilangan aroma yang ia damba, menyadari bahwa dirinya sungguh tak berguna. Tuan Richi maju menghunuskan pedang padanya, namun terhenti dan menjatuhkan pedangnya setelah mendekat. Parfum itu memang menakjubkan, karana bisa menciptakan cinta sejati yang tak terkalahkan. Orang-orang yang tadi berpesta tertidur pulas setelahnya, dan terbangun dengan keadaan malu bercampur bingung, membenahi pakaian mereka sendiri yang berantakan, berpura-pura tak ada yang terjadi. Grenouille sudah pergi jauh sekali.

Dewan kota mengadakan rapat keesokan harinya, dan menangkap Drout sebagai ganti Grenouille, karena property mayat ditemukan di rumahnya. Ia di hukum gantung. Sementara itu, Grenouille sudah menuju kota kelahirannya. Parfum itu memang menciptakan cinta, tapi bukan dirinya yang dicintai, melainkan parfum itu. Satu hal lagi yang membuatnya tergugu dan sadar, bahwa bagaimanapun ia dicintai, ia tak bisa membalas mencintai, karena ia tidak tahu bagaimana caranya, ia tak tahu bagaimana rasanya. Ia merasa begitu kesepian. 





22 Juni 1766 pukul 23.00
Grenouille tiba di pelabuhan De Leon. Seolah mengikuti insting, ia menyusuri pasar ikan tempat ia dilahirkan. Di sana, di tempat yang tetap kumuh itu, orang-orang miskin, kedinginan dan kelaparan, berkerumun mengelilingi api unggun kecil. Di kejauhan, ia menyiramkan seluruh parfum ke tubuhnya, berharap ia bisa berguna untuk terakhir kalinya. Tubuhnya bersinar, dan orang-orang yang tadi berkerumun langsung mengerubutinya, menyentuhnya, mencubitnya, mencabiknya, memakannya (hueks). 
Keesokan paginya, di tempatnya semalam berdiri, kini tinggal tersisa pakaian dan sepatunya yang sudah koyak-koyak. Botol parfum yang terlempar tinggal menyisakan setetes minyak yang jatuh ke jalanan. Apa yang terjadi? Entahlah, filmnya selesai kok. Apa karena itu Paris dijuluki Kota Cinta? Karena parfum ciptaan Grenouille menyerap di tanahnya? (abaikan)

Rabu, 05 Maret 2014

Perfume: The Story of A Murderer Part 4

Kediaman Laura Richi




    Gadis cantik itu sedang merayakan ulang tahunnya. Banyak tamu undangan yang hadir di sana. Berkumpul sudah ayahnya, calon tunangannya, teman-temannya dan kerabatnya. Grenouille memperhatikan keramaian itu dari balik pagar. Di sana, ada gadis kembar teman Laura. Mereka mengusulkan permainan petak umpet untuk meramaikan suasana. Semua orang harus ikut bermain. Para lelaki harus menangkap perempuan. Petak umpet itu menyebar ke seluruh taman. Rata-rata para wanita berlarian bersembunyi di sebuah taman labirin yang indah. Ternyata, Grenouille sudah menunggu di dalam sana, bersembunyi di balik semak labirin. Laura melihatnya, dan merasa ketakutan. Ia berlari. Grenouille menyusulnya dan berlari lebih gesit, tapi masih tetap kalah sama Laura. Laura sudah keluar dari taman labirin dan tertangkap oleh calon tunangannya. Sepertinya Laura tidak suka orang itu, karena ia mengelak dan menghindar. Grenouille masih tetap mengawasi dari dalam labirin. Grenouille memecahkan lampu di belakang calon tunangan Laura saat ia hendak menciumnya. Untung bagi Laura, karena ia sangat tidak menyukainya.



 
    Karena dirasa sudah terlalu lama, Tuan richi mengumumkan kalau permainan itu sudah harus diakhiri. Semua orang diharap untuk berkumpul kembali. Adegan beralih ke gang sempit diantara rumah-rumah. Terlihat Grenoouille sedang mendorong gerobak berisi tubuh perempuan. Laura Richi belum kembali ke kerumunan. Tidak hanya Laura, ternyata si kembar juga belum kembali. Grenouille memproses hasil buruannya menjadi essen minyak wangi. Saat Laura muncul dari balik tangga, orang tua si kembar pun menanyainya kemana putri-putri mereka menghilang. Laura menjawab dengan ketus kalau ia tidak tahu. Ia masih merasa kesal pada calon tunangannya. Ternyata, si kembarlah yang sedang dieksekusi oleh Grenouille, dua-duanya. Sia-sia saja semua orang di rumah itu mencari mereka, karena Grenouille sudah mendapatkan essen selanjutnya.
    Keesokan harinya, mayat si kembar ditemukan mengapung di sungai. Setelah serangkaian pembunuhan yang terjadi dan berakhir dengan ditemukannya mayat wanita telanjang, para dewan perwakilan pun meminta pihak berwenang setempat untuk memberlakukan jam malam, demi keselamatan putri-putri mereka. Pejabat berwenang itu awalnya keberatan, karena panen bunga melati hanya bisa dilakukan senelum subuh. Debat pun berlangsung diantara mereka. Tuan Richi, paling ngotot menuntut jam malam setelah kejadian si kembar. Mereka pun membahas motif pembunuhan itu, dan diputuskan segera untuk menangkap pelakunya.
    Grenouille melakukan beberapa pembunuhan lagi. Gadis penjual jeruk, penggembala kambing, keluarga bangsawan, hingga akhirnya jam malam pun terpaksa diberlakukan. Tapi, tetap saja mayat perempuan telanjang di temukan kembali. Debat sengit para pihak berwenang pun tak dapat dihindari. Orang-orang ketakutan. Teror itu terus mengancam. Padahal pelakunya santai-santai saja, seolah tak terjadi apapun padanya. Sakit jiwa.






    Analisis tuan Richi tentang tujuan pembunuhan itu hampir benar. Semua orang bersiaga, banyak pula yang menghakimi orang-orang yang mencurigakan. Sayangnya, mereka semua salah sasaran. Kekacauan terjadi di mana-mana. Ironisnya lagi, saat para tetua itu meminta bantuan gereja agar mengutuk pelakunya, Grenouille malah membunuh seorang biarawati dan meninggalkan mayatnya di dalam gereja. Benar-benar membuat frustasi. Pun, gereja tetap menjalankan acara pengutukan itu, menyatakan bahwa gereja mengucilkan pelakunya dari pergaulan masyarakat. Lah, yang dikutuk siapa? Grenouille tetap sibuk dengan essen nya. Ia memeriksa, meracik keduabelas essennya, dan berniat menciptakan essen ke tiga belas, sesuai legenda.dan targetnya adalah, Laura Richi.
Di jalan kota, seorang sedang berkuda dengan tergesa-gesa. Ia tergopoh-gopoh menuju gereja, saat sedang berlangsung upacara pengutukan tehadap pelakunya. Orang berkuda itu membawa kabar gembira, bahwa kepolisian pusat sudah menangkap pelakunya. Sontak, sorak gembira pun memenuhi aula gereja. Tuan Richi yang masih sangsi, mendatangi kepolisian dan memeriksa laporan investigasi. Ia semakin tidak percaya meskipun pelakunya tercatat mengakui kejahatannya. Karena, di laporan, tertulis ada pengakuan kejahatan seksual. Padahal, para gadis yang dibunuh, hanya dibunuh, dengan motif abstrak.




Para penduduk mengadakan pesta atas penangkapan itu. Laura ikut di dalamnya. Grenouille mengintai dari kejauhan. Tuan Richi menyusulnya dan memaksanya pulang. Ia masih khawatir. Laura menolak. Ia masih ingin bersenang-senang. Ayahnya menamparnya. Laura berlari meninggalkan ayahnya. Ia tersesat di gang kecil dan gelap. Tanpa ia tahu kenapa, ia ketakutan. Langkahnya pun surut. Padahal, jika ia lanjut, Grenouille sudah menunggunya di kegelapan ujung gang. Hampir saja ia jadi korban berikutnya kalau ayahnya tak menyusulnya sampai di gang gelap itu.
 
Tuan Richi berbincang dengan Laura sebelum tidur. Laura meminta maaf atas sikap konyolnya tadi. Ayahnya memaklumi, dan mengunci jendela. Grenouille sudah ada di dalam kamar, mengintai di kegelapan. Tuan Richi bermimpi buruk. Ia langsung ke kamar Laura, mengagetkan putrinya. Ketakutannya memuncak, karena jendela yang tadi ia yakin sudah ia kunci, terbuka lebar, mengibarkan kerai penutupnya. Keesokan paginya, tuan Richi mengajak Laura untuk pergi meninggalkan kota Grasse. Entah mengapa, ia merasa sasaran berikutnya adalah Laura. Insting seorang ayah pastinya. Grenouille terbangun, terkejut karena hidungnya menangkap aroma Laura yang samar-samar menjauhi kota. Ia bergegas mengejar rombongan pindahan itu. Laura menyamar menjadi laki-laki, berkuda berdua dengan ayahnya kea rah selatan, sedangkan kereta kuda beserta rombongan kea rah utara. Andai mereka tahu bahwa penyamaran itu sangat-sangat tidak perlu.





Grenouille bertanya pada penjaga gerbang, dan mendapat jawaban ke arah utara. Dahinya mengernyit saat melihat Grenouille berlari kea rah selatan. Grenouille mengikuti jejak aroma Laura, berlari bertelanjang kaki, melewati bukit dan bebatuan. Bahaya. Sementara Grenouille pergi dari Grasse, di pabrik tempanya bekerja terjadi kehebohan. Anjing kecil milik PSK yang dibunuh Grenouille, menemukan kuburan pakaian dan rambut. Drout, kekasih Madam yang pertama mengetahuinya. Segera saja, para polisi berdatangan dan memeriksa.





Di jalan, Laura merasa ada yang mengikutinya (memang). Ia menoleh. Topinya di terbangkan angin, mengurai rambut merahnya. Aroma itu memperkuat jejak Grenouille untuk mengikutinya. Laura dan ayahnya diba di sebuah penginapan di pinggir pantai. Pantai itu bertebing. Penginapannya di atas tebing. Hanya mereka berdua yang menginap di sana malam itu, dan Tuan Richi bersyukur karena hal itu. Laura mendapatkan kamar yang terbaik, dengan pemandangan laut yagn indah. Tuan Richi memeriksa jendelanya dan merasa puas karena bawah jendela itu tebing curam. Pemilik penginapan merasa aneh dengan tingkah tamunya itu.
Di pabrik, polisi mengumpulkan hasil temuan di gudang itu. Pakaian dan rambut, semuanya berjumlah dua belas. Semua orang bergidik ngeri melihatnya. Di penginapan, Laura sedang makanmalam dengan ayahnya. Ayahnya menyampaikan kabar bahwa ia menerima lamaran sang Marquis. Merasa tidak diajak berdiskusi lebih dulu, Laura pun marah dan meninggalkan ayahnya begitu saja, masuk ke kamarnya.





Grenouille sudah di seberang penginapan. Ia masuk lewat bawah tebing, lewat basement yang merupakan kandang kuda. Lama ia di sana untuk mempersiapkan segalanya. Anehnya, tak seorang pun terbangun saat ia lewat. Bahkan, anjing pun tidak. Mungkin, karena karena ia tak beraroma. Malahan, ia bisa mengambil kunci di kamar tuan Richi dengan santainya. Ia masuk ke kamar Laura. Saat hendak menghantamkan pemukul, posisi tidur Laura berubah menghadapnya, hingga ia mengurungkan niatnya. Laura terbangun, menatap Grenouille, tapi tak mengatakan apa-apa, bahkan tidak takut sama sekali.
Paginya, tuan Richi bangun pagi dan mencuci muka. Di sebelahnya, kunci kamar Laura masih ada. Pikirku, melihat tatapan Laura tadi malam, Grenouille tidak jadi membunuh. Ternyata, saat Tuan Richi membuka kamar Laura, ada sesuatu yang menyilaukan dari ranjang putrinya. Setelah efek silau itu hilang, barulah ia melihat tubuh putrinya yang sudah tak bernyawa. Ia tak lagi bisa menahan tangisnya.