Tuan Epps (Michael Fassbender), pemilik perkebunan kapas tempat Platt mengabdi berikutnya, adalah orang yang angin-anginan. Ia baik hati, tapi juga mudah marah jika ada yang tidak pas dengan hatinya. Ia adalah penganut injil yang setia secara bahasa, jadi ia menanggap dirinya adalah tuan yang mutlak, yang berhak melakukan apapun pada para budaknya. Kesalahan pemahaman pada kitab suci, yang hanya diartikan menurut kepentingan pribadi, memang sangat berbahaya. Ia menargetkan para budaknya, untuk memanen kapas sedikitnya 200 pound sehari. Jika kurang, maka akan mendapat hukuman cambuk. Diantara para budaknya, ada satu yang menjadi favorit Tuan Epps, yaitu Patzy (Lupita Nyong’o), perempuan muda kesayangan Tuan Epps karena selalu memanen sekitar 500 pound sehari. Dua kali lipat dari yang diharapkan. Selain memberinya julukan sebagai ratu ladang, Tuan Epps juga kerap mengunjungi kamar Patzy untuk mendapatkan pelayanan pribadi. Tentu saja hal itu dilakukan atas dasar paksaan. Bukan hal yang menyenangkan bagi Patsy untuk mendapatkan tugas lebih seperti itu. Apalagi, istri Tuan Epps (Sarah Paulson), sangat mencemburuinya, bahkan sering berbuat kasar padanya karena suaminya lebih perhatian padanya.
Pernah suatu malam, Tuan Epps membangunkan semua budak untuk berkumpul di dalam rumahnya. Mereka diajak berpesta dan disuruh menari, dengan Platt sebagai pemain biola, dan budak lain memainkan seruling. Tuan Epps menyuruh mereka semua untuk lebih semangat menari. Tentu saja Patsy lah yang paling bersemangat. Ia menari dengan lincah, memancing amarah Nyonya Epps karena melihat suaminya tak bergeming menatap Patsy menari. Dengan serta merta, Nyonya Epps mengambil sebuah botol minuman dari kristal tebal dan melemparkannya tepat di wajah Patsy. Patsy berteriak kesakitan. Tuan Epps dan Platt terhenyak menyaksikan kekasaran itu. Para budak hanya terdiam mendengar pertengkaran Tuan dan Nyonya mereka tentang menjual Patsy ke pertanian lain. Tuan Epps tetap pada pendiriannya, mempertahankan Patsy karena ia paling menguntungkan dalam memanen. Dan malam itu, Nyonya Epps sukses dipermalukan di depan para budak. Tuan Epps meminta para budak untuk melanjutkan menari. Ia tak ingin mood nya rusak karena insiden itu. Sementara itu, Patsy diseret kembali ke kamarnya.
Terompet pagi, menjadi pertanda semua pekerja harus bangun dan memulai hari. Di tempat Tuan Ford dulu berupa lonceng. Di ladang kapas, Tuan Epps sendiri yang mengawasi pemanenan. Ia mencambuki siapapun yang beerja dengan malas-malasan. Siangnya, Platt mendapat tugas khusus dari Nyonya Epps, yaitu mengambil belanjaan di Bartholomew. Nyonya Epps memberinya catatan belanja yang dilihat Platt sebentar, yang membuat Nyonya Epps mencurigai asal usulnya. Namun Platt meyakinkan Nyonya Epps bahwa ia hanya sedikit mengerti tulisan dan tak bisa menulis. Nyonya Epps kembali menegaskan bahwa Platt hanyalah budak yang dibeli untuk bekerja. Ugh… pasangan Tuan dan Nyonya ini sungguh menyebalkan deh.
Platt segera berangkat untuk mengambil belanjaan nyonyanya. Di tengah jalan, ia sempat memutuskan untuk melarikan diri. Akan tetapi, ia tersesat dan malah melihat dua orang budak yang akan digantung karena mencoba melarikan diri. Ia pun urung melakukannya. Setelah itu, ia menyadari bahwa belanjaan nyonyanya selalu ada kertas di dalamnya. Ia memutuskan, suatu hari akan mengambil kesempatan dengan selembar kertas itu untuk mengubah hidupnya.
Suatu hari di hari Sabbath, Patsy berkunjung ke rumah temannya, istri baru tuan Shaw, sesama pemilik perkebunan kapas di perkebunan sebelah. Nyonya Shaw (Alfre Woodard), dulunya juga budak. Sama seperti Patsy, ia mendapatkan kunjungan istimewa setiap malam, dan sekarang hidupnya berkecukupan. Platt bertugas menjemput Patsy, karena ia tidak ingin Patsy juga dirayu oleh tuan Shaw. Platt, Patsy dan Nyonya Shaw mengobrol sebentar sambil minum the layaknya sesame manusia merdeka. Saat Platt dan Patsy pulang, Tuan Epps sudah menunggu di beranda dalam keadaan mabuk. Platt tahu keadaan itu tidak akan baik untuk Patsy. Dengan sebuah bisikan, ia meminta Patsy untuk menyingkir. Tuan Epps marah karena mengira Platt menghasut Patsy. Platt mengelak melakukan hal itu. Tuan Epps hendak memukuli Platt, namun Platt selalu menghindar. Aksi kejar-kejaran mengitari kandang babi pun menjadi hiburan tersendiri di film yang menegangkan ini.
Tuan Epps bahkan membawa belati untuk melukai Platt. Karena ia mabuk, ia terjerembab di pinggir kandang. Ia menertawakan dirinya sendiri yang menodai hari Tuhan dengan kekerasan (Sabbath itu miik Yahudi apa Kristiani sih?) ia meminta tolong pada Platt untuk membantunya berdiri. Platt membantunya dan mendapat hadiah sebuah pukulan. Pertarungan tadi bisa jadi berlangsung kembali jika Nyonya Epps tidak muncul di sana. Nyonya Epps mengutuki suaminya yang bertengkar di hari Sabbath. Ia juga memaki kelakuannya terhadap Patsy. Tuan Epps mendengus kesal terhadap Platt yang seolah mengadukan dirinya pada istrinya.
Platt masih terjaga saat ia melihat Tuan Epps menyelinap dan membawa Patsy ke kebun belakang, dan memperkosanya di atas tumpukan kayu. Kali ini Patsy tidak bereaksi. Ia hanya diam saja seperti sebatang kayu. Tuan Epps yang tahu ia salah, malah marah melihat Patsy seperti itu. Ia menampar, mencekik dan memukuli Patsy yang tetap saja diam. Akhirnya, ia menyerah sendiri dan meninggalkan Patsy begitu saja setelah selesai dengan urusannya. Keesokan harinya, Plat mengutil selembar kertas dari belanjaan majikannya.
Pesta dansa masih berlangsung di rumah itu. Para budak masih di suruh menari. Kali ini tanpa semangat seperti sebelumnya. Tuan Epps sendiri hanya duduk diam dan melamun. Nyonya Epps membagikan kue pada semua budak kecuali Patsy. Ia menuduh Patsy meremehkannya di depan suaminya. Tuan Epps membela Patsy seperti biasanya, dan mendapat makian lagi dari istrinya. Kali ini, Patsy tidak mendapat lemparan botol, tapi sebuah cakaran yang menyakitkan di bekas lukanya. Tuan Epps tak mau menambah masalah, pergi meninggalkan ruangan itu. Nyonya Epps tersenyum puas dan meminta para budak lain makan sepuasnya. Mereka hanya menatap miris. Bagaimana bisa makan coba kalau suasananya sehoror itu. Aneh memang orang jaman dulu. Manusia kok disebut binatang. Patsy yang putus asa, membangunkan Platt di tengah malam. Ia memberikan sebuah cincin emas pada Platt, agar Platt mau membunuhnya dan membuang mayatnya di rawa-rawa. Tentu saja Platt tidak bersedia karena itu adalah tindakan gila meski mengatasnamakan belas kasihan. Platt dengan tegas menolak permintaan itu.
Suasana lain terjadi di perkebunan. Tanaman kapas diserang hawa ulat. Terpaksa, para budak dikirim ke perkebunan sebelah. Tuan dan Nyonya Epps menyalahkan hama itu sebagai kutukan dari para budak baru yang mereka beli. Lihat deh monolog Tuan Epps waktu memaki tanah perkebunannya, aneh sekali. Ia mengantar para budaknya ke perkebunan rotan milik Hakim Turner. Dan adegan di awal film pun diulang. Berikutnya, Hakim Turner yang mengetahui bakat Platt, meminta Platt untuk bermain biola di sebuah pesta pernikahan, dan ia boleh mengambil upahnya. Tentu saja Platt senang sekali. Ia mempersiapkan biolanya, dan mengukir nama istrinya dan kedua anaknya di biola itu. Platt bermain dengan baik di pesta itu.
Pernah suatu malam, Tuan Epps membangunkan semua budak untuk berkumpul di dalam rumahnya. Mereka diajak berpesta dan disuruh menari, dengan Platt sebagai pemain biola, dan budak lain memainkan seruling. Tuan Epps menyuruh mereka semua untuk lebih semangat menari. Tentu saja Patsy lah yang paling bersemangat. Ia menari dengan lincah, memancing amarah Nyonya Epps karena melihat suaminya tak bergeming menatap Patsy menari. Dengan serta merta, Nyonya Epps mengambil sebuah botol minuman dari kristal tebal dan melemparkannya tepat di wajah Patsy. Patsy berteriak kesakitan. Tuan Epps dan Platt terhenyak menyaksikan kekasaran itu. Para budak hanya terdiam mendengar pertengkaran Tuan dan Nyonya mereka tentang menjual Patsy ke pertanian lain. Tuan Epps tetap pada pendiriannya, mempertahankan Patsy karena ia paling menguntungkan dalam memanen. Dan malam itu, Nyonya Epps sukses dipermalukan di depan para budak. Tuan Epps meminta para budak untuk melanjutkan menari. Ia tak ingin mood nya rusak karena insiden itu. Sementara itu, Patsy diseret kembali ke kamarnya.
Terompet pagi, menjadi pertanda semua pekerja harus bangun dan memulai hari. Di tempat Tuan Ford dulu berupa lonceng. Di ladang kapas, Tuan Epps sendiri yang mengawasi pemanenan. Ia mencambuki siapapun yang beerja dengan malas-malasan. Siangnya, Platt mendapat tugas khusus dari Nyonya Epps, yaitu mengambil belanjaan di Bartholomew. Nyonya Epps memberinya catatan belanja yang dilihat Platt sebentar, yang membuat Nyonya Epps mencurigai asal usulnya. Namun Platt meyakinkan Nyonya Epps bahwa ia hanya sedikit mengerti tulisan dan tak bisa menulis. Nyonya Epps kembali menegaskan bahwa Platt hanyalah budak yang dibeli untuk bekerja. Ugh… pasangan Tuan dan Nyonya ini sungguh menyebalkan deh.
Platt segera berangkat untuk mengambil belanjaan nyonyanya. Di tengah jalan, ia sempat memutuskan untuk melarikan diri. Akan tetapi, ia tersesat dan malah melihat dua orang budak yang akan digantung karena mencoba melarikan diri. Ia pun urung melakukannya. Setelah itu, ia menyadari bahwa belanjaan nyonyanya selalu ada kertas di dalamnya. Ia memutuskan, suatu hari akan mengambil kesempatan dengan selembar kertas itu untuk mengubah hidupnya.
Suatu hari di hari Sabbath, Patsy berkunjung ke rumah temannya, istri baru tuan Shaw, sesama pemilik perkebunan kapas di perkebunan sebelah. Nyonya Shaw (Alfre Woodard), dulunya juga budak. Sama seperti Patsy, ia mendapatkan kunjungan istimewa setiap malam, dan sekarang hidupnya berkecukupan. Platt bertugas menjemput Patsy, karena ia tidak ingin Patsy juga dirayu oleh tuan Shaw. Platt, Patsy dan Nyonya Shaw mengobrol sebentar sambil minum the layaknya sesame manusia merdeka. Saat Platt dan Patsy pulang, Tuan Epps sudah menunggu di beranda dalam keadaan mabuk. Platt tahu keadaan itu tidak akan baik untuk Patsy. Dengan sebuah bisikan, ia meminta Patsy untuk menyingkir. Tuan Epps marah karena mengira Platt menghasut Patsy. Platt mengelak melakukan hal itu. Tuan Epps hendak memukuli Platt, namun Platt selalu menghindar. Aksi kejar-kejaran mengitari kandang babi pun menjadi hiburan tersendiri di film yang menegangkan ini.
Tuan Epps bahkan membawa belati untuk melukai Platt. Karena ia mabuk, ia terjerembab di pinggir kandang. Ia menertawakan dirinya sendiri yang menodai hari Tuhan dengan kekerasan (Sabbath itu miik Yahudi apa Kristiani sih?) ia meminta tolong pada Platt untuk membantunya berdiri. Platt membantunya dan mendapat hadiah sebuah pukulan. Pertarungan tadi bisa jadi berlangsung kembali jika Nyonya Epps tidak muncul di sana. Nyonya Epps mengutuki suaminya yang bertengkar di hari Sabbath. Ia juga memaki kelakuannya terhadap Patsy. Tuan Epps mendengus kesal terhadap Platt yang seolah mengadukan dirinya pada istrinya.
Platt masih terjaga saat ia melihat Tuan Epps menyelinap dan membawa Patsy ke kebun belakang, dan memperkosanya di atas tumpukan kayu. Kali ini Patsy tidak bereaksi. Ia hanya diam saja seperti sebatang kayu. Tuan Epps yang tahu ia salah, malah marah melihat Patsy seperti itu. Ia menampar, mencekik dan memukuli Patsy yang tetap saja diam. Akhirnya, ia menyerah sendiri dan meninggalkan Patsy begitu saja setelah selesai dengan urusannya. Keesokan harinya, Plat mengutil selembar kertas dari belanjaan majikannya.
Pesta dansa masih berlangsung di rumah itu. Para budak masih di suruh menari. Kali ini tanpa semangat seperti sebelumnya. Tuan Epps sendiri hanya duduk diam dan melamun. Nyonya Epps membagikan kue pada semua budak kecuali Patsy. Ia menuduh Patsy meremehkannya di depan suaminya. Tuan Epps membela Patsy seperti biasanya, dan mendapat makian lagi dari istrinya. Kali ini, Patsy tidak mendapat lemparan botol, tapi sebuah cakaran yang menyakitkan di bekas lukanya. Tuan Epps tak mau menambah masalah, pergi meninggalkan ruangan itu. Nyonya Epps tersenyum puas dan meminta para budak lain makan sepuasnya. Mereka hanya menatap miris. Bagaimana bisa makan coba kalau suasananya sehoror itu. Aneh memang orang jaman dulu. Manusia kok disebut binatang. Patsy yang putus asa, membangunkan Platt di tengah malam. Ia memberikan sebuah cincin emas pada Platt, agar Platt mau membunuhnya dan membuang mayatnya di rawa-rawa. Tentu saja Platt tidak bersedia karena itu adalah tindakan gila meski mengatasnamakan belas kasihan. Platt dengan tegas menolak permintaan itu.
Suasana lain terjadi di perkebunan. Tanaman kapas diserang hawa ulat. Terpaksa, para budak dikirim ke perkebunan sebelah. Tuan dan Nyonya Epps menyalahkan hama itu sebagai kutukan dari para budak baru yang mereka beli. Lihat deh monolog Tuan Epps waktu memaki tanah perkebunannya, aneh sekali. Ia mengantar para budaknya ke perkebunan rotan milik Hakim Turner. Dan adegan di awal film pun diulang. Berikutnya, Hakim Turner yang mengetahui bakat Platt, meminta Platt untuk bermain biola di sebuah pesta pernikahan, dan ia boleh mengambil upahnya. Tentu saja Platt senang sekali. Ia mempersiapkan biolanya, dan mengukir nama istrinya dan kedua anaknya di biola itu. Platt bermain dengan baik di pesta itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar