Senin, 29 April 2013

The Artist Part 4

Bagian ke empat…

 Hari itu, bersamaan dengan turunnya harga saham dunia, film mereka berdua pun diluncurkan. Hanya segelintir orang yang menonton filmnya, termasuk Peppy di balkon VIP, tapi George tidak tahu itu. Ia keluar dan melihat betapa banyak yang mengantri untuk menonton film Peppy.

Film hampir selesai. Seseorang yang bersama Peppy membisikkan sesuatu, kemungkinan sih mengomentari film itu. Peppy tak menggubrisnya. Ia tetap terpesona pada film itu. Ia bahkan menangis saat adegan terakhir yang menayangkan pemeran utama prianya tertelan pasir hisap, dan pemeran wanitanya menangis. Entah ia memeang menangis karena adegan itu, atau ia sedang memikirkan kebangkrutan yang akan ia hadapi setelah ini.
Peppy mengunjungi George setelahnya. Diguyur hujan malam-malam, ia pun meminta maaf atas apa yang ia ucapkan di restoran, dan, bahwa ia menyukai filmnya, ia tetap menyukai George Valentin. George pun menanggapinya dengan dingin. Adegan ini harusnya mengharukan, tapi tiba- tiba seorang pemuda yang biasa bersama Peppy menginterupsi mereka dan mengatakan kalau ayahnya adalah penggemar George (hehehe idola tua-tua).
Di dalam rumah, Doris Valentin marah-marah karena George menyebabkan mereka bangkrut dengan egonya yang menolak untuk main di film bersuara. Ia menyuruh George untuk mengemasi barang-barangnya dan angkat kaki dari rumah itu (ck,ck,ck, da uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang)
 Sementara itu, filmnya Peppy Miller sukses luar biasa.
George pindah ke sebuah apartemen kecil. Ia pun mulai suka minum-minuman keras. Ia sedang menuang tetes terakhir dari persediaan minumannya saat Clifton masuk. Georgepun ingat bahwa ia tak mungkin mempertahankan Clifton lagi. Ia sudah benar-benar bangkrut sekarang. Ia meminta Clifton untuk berganti pekerjaan dan memberikan mobil yang biasa mereka gunakan untuknya. Clifton awalnya tidak bersedia, tapi George mengusirnya.
Clifton menunggu di bawah pohon di depan apartemennya selama beberapa saat. George tahu itu dan tetap membiarkannya. Saat ia bangun tidur dan mendapati Clifton sudah tidak ada di sana, ia terlihat kecewa, sekaligus lega. Akhirnya, semua orang meninggalkannya, begitu mungkin yang terbersit di hatinya.
 Beberapa barang yang ia kumpulkan dari rumahnya dulu sedang dilelang. Ada guci, patung-patung, pakaian mahalnya, bahkan lukisan dirinya yang sebesar dinding. Ada dua orang yang selalu berhasil membeli barang-barangnya.  Satu orang kakek dan satu orang nenek. Mereka duduk berseberangan.
Akhirnya, semuanya terjual habis. Pelelang berkata pada George: selamat, Pak. Barang-barang anda terjual semua. Anda sudah tidak punya apa-apa lagi sekarang (maksudnya untuk dilelang). Tapi bagi George kata-kata itu bermakna sangat dalam. Ia pun hanya tersenyum masam.
 Di luar, kakek tadi yang membeli barang-barang George terntata sopir pribadi Peppy. Peppy sudah menunggu di mobil. Ia memperhatikan George yang berjalan meninggalkan tempat pelelangan. Dan ia pun menangis, meratapi betapa artis besar pun, yang pernah sangat dipuja, bias seterpuruk itu akhirnya. Kemungkinan yang nenek-nenek tadi juga anak buahnya Peppy deh…
Beberapa tahun setelah itu, George bahkan menjual satu-persatu stelan jas kesayangannya untuk miniu-minum. Ia sedang mabuk di sebuah bar, saat di imaginasinya, muncul dirinya versi liliput yang memerankan tokoh di film terakhirnya, membodoh-bodohinya, menyalahkan keputusannya dulu. Ia pun pingsan di tempat itu.
 Clifton lah yang dating menolongnya, membopongnya sampai ke tempat tidur di apartemennya. Tapi George tidak tahu itu.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar