Ini yang pertama kalinya saya membuat sinopsis film. Dilatarbelakangi oleh hobi saya menikmati film, saya ingin berbagi tentang apa yang sudah saya nikmati, kalau bisa tidak hanya dalam bentuk tulisan saja (inspired by: beberapa sinopsis drama korea yang saya baca^_^).
Karya perdana bin coba-coba: THE ARTIST. Kenapa harus The Artist? Awalnya sih… karena saya selalu penasaran dngan film-film yang jadi nominasi penghargaan. Eh, ternyata malah terpesona pada film ini. The Artist membuka cakrawala saya tentang dunia perfilman jaman dulu, secara, saya kan anak sekarang, wkwkwk. Seperti apakah ceritanya? Check it out ya...
Bagian pertama…
Seorang lelaki berpenampilan klimis, kumis tipis, senyum meringis (ups, gak ding, ganteng kok, hehe) sedang didudukkan di sebuah kursi. Di telinganya terpasang sepasang earphone dari logam yang dari tiap ujungnya keluar cahaya semacam listrik/kilat. Rupanya lelaki itu sedang diinterogasi.
Di dialog yang tertulis (saya baru tahu kalau film bisu menggunakan dialog tertulis), lelaki itu ngotot tidak mau bicara, sedangkan orang yang menginterogasinya juga ngotot memintanya berbicara. Setrum pun di tambah sampai ia pingsan dan diseret ke sebuah ruangan dengan pintu ber-kode pengaman. Di dalam ruangan, anjingnya yang bernama Jack sudah menunggu dengan menerobos lewat teralis jendela. Anjing itu menjilati wajah tuannya sampai tuannya sadar. Lalu, entah bagaimana caranya, ia dan anjing itu berhasil keluar ruangan. Saatnya menyelamatkan diri. Tapi, sebelum itu, ia juga harus menyelamatkan seorang wanita di ruangan lain.
Adegan tadi ternyata sebuah film yang sedang ditonton di sebuah gedung bioskop? opera? Entahlah, semacam itulah. Penonton berbaju resmi memenuhi ruangan itu. Sebuah layar besar menempati panggung, tepat di bawahnya berjejer pemain orchestra yang menjadi music latar. Unik ya?:-)
The Artist mengambil Setting tahun 1927. Kita bahkan belum merdeka.
Di belakang layar (behind the scene), George Valentin (diperankan actor Perancis, Jean Dujardin), yang jadi actor utama di fim tadi sekaligus di film ini, menyalami para kru sambil tersenyum lebar. Ia bangga filmnya sukses menyedot penonton. Al Zimer (John Goodman), sang produser di Kinograph Studio tempat George Valentin bekerja, pun sepertinya bangga pada aktornya itu. Di sebelahnya, duduk seorang aktris pemeran wanita di film tadi. Ia kelihatan kesal karena sepertinya dianaktirikan.
George menonton filmnya dari balik layar. Sudah kubilang kan tadi, behind the scene? Wkwkwk. Mungkin istilahnya memang sesuai dengan fungsinya saat itu. Adegan yang ditonton George terbalik dengan adegan yang dilihat penonton di depan.
Saat film selesai, George keluar melewati sisi panggung untuk menyapa penggemarnya. Ia membungkuk, memberi kecupan jauh, bahkan menari tap dance. Penonton bertepuk riuh menyaksikan aksi idolanya. Sementara itu, aktris yang menunggu di belakang layar tadi, menanti gilirannya untuk menyapa para penggemar. Tapi, alih-alih memanggil aktris itu, George malah memanggil Jack the dog (nama aslinya Uggie).
Mereka menari bersama, dan melakukan beberapa adegan konyol, seperti… saat George pura-pura menembak, Jack pun pura-pura mati. Sepertinya itu latihan istimewanya:-D
Aktris tadi masih tetap menggerutu di belakang panggung. George pun memanggilnya keluar.
Oh…
Coba tonton sendiri deh filmnya, betapa tiap ekspresi di film ini begitu bernilai setiap detailnya. Karena, selain berwarna hitam putih, film ini pun di buat bisu. Sayangnya… saya tidak mungkin memuat semua gambar, jadi tak ambil yang penting saja^_^
Setelah aksi panggung selesai, aktris itu marah-marah pada George di belakang panggung. Tapi malah dicuekin. Ketahuan kan… actor utama kita ternyata gak Cuma narsis tapi juga angkuh bangggeeettt…
Sementara itu, di luar gedung, para wartawan sudah menunggu untuk meliput film. George pun di wawancarai. Sambil diwawancarai, ia berjalan kesana kemari. Para fans pun berteriak histeris melihat idola mereka. Segerombolan gadis kegirangan berteriak –teriak dihalangi penjaga. Diantara para gadis fans itu, ada seseorang, tokoh utama kedua. Ia cantik,dengan tulang pipi yang tinggi, senyum yang menawan , mata yang berbinar dan pembawaan yang ceria. Gadis itu bernama Peppy Miller (diperankan oleh Bèrènice Bejo, bacanya gimana ya? Beho? Bejo?:-D)
Karena terdorong dari belakang, tak sengaja Peppy menjatuhkan dompetnya di depan kaki para penjaga. Ia pun berusaha mengambilnya dengan menerobos lengan penjaga. Tepat pada saat itu, George sedang berjalan mundur ke arahnya. Ia pun terlihat seolah mendorong George dari bawah. Wajahnya langsung pias.
Tapi, George langsung mencairkan suasana dengan menertawakan insiden itu. Tawanya disambut dengan tawa semua orang yang ada di situ. Bahkan, para wartawan meminta George dan peppy untuk berfoto bersama. Dan...
Jepret! Inilah awal kisah mereka…
Karya perdana bin coba-coba: THE ARTIST. Kenapa harus The Artist? Awalnya sih… karena saya selalu penasaran dngan film-film yang jadi nominasi penghargaan. Eh, ternyata malah terpesona pada film ini. The Artist membuka cakrawala saya tentang dunia perfilman jaman dulu, secara, saya kan anak sekarang, wkwkwk. Seperti apakah ceritanya? Check it out ya...
Bagian pertama…
Seorang lelaki berpenampilan klimis, kumis tipis, senyum meringis (ups, gak ding, ganteng kok, hehe) sedang didudukkan di sebuah kursi. Di telinganya terpasang sepasang earphone dari logam yang dari tiap ujungnya keluar cahaya semacam listrik/kilat. Rupanya lelaki itu sedang diinterogasi.
Di dialog yang tertulis (saya baru tahu kalau film bisu menggunakan dialog tertulis), lelaki itu ngotot tidak mau bicara, sedangkan orang yang menginterogasinya juga ngotot memintanya berbicara. Setrum pun di tambah sampai ia pingsan dan diseret ke sebuah ruangan dengan pintu ber-kode pengaman. Di dalam ruangan, anjingnya yang bernama Jack sudah menunggu dengan menerobos lewat teralis jendela. Anjing itu menjilati wajah tuannya sampai tuannya sadar. Lalu, entah bagaimana caranya, ia dan anjing itu berhasil keluar ruangan. Saatnya menyelamatkan diri. Tapi, sebelum itu, ia juga harus menyelamatkan seorang wanita di ruangan lain.
Adegan tadi ternyata sebuah film yang sedang ditonton di sebuah gedung bioskop? opera? Entahlah, semacam itulah. Penonton berbaju resmi memenuhi ruangan itu. Sebuah layar besar menempati panggung, tepat di bawahnya berjejer pemain orchestra yang menjadi music latar. Unik ya?:-)
The Artist mengambil Setting tahun 1927. Kita bahkan belum merdeka.
Di belakang layar (behind the scene), George Valentin (diperankan actor Perancis, Jean Dujardin), yang jadi actor utama di fim tadi sekaligus di film ini, menyalami para kru sambil tersenyum lebar. Ia bangga filmnya sukses menyedot penonton. Al Zimer (John Goodman), sang produser di Kinograph Studio tempat George Valentin bekerja, pun sepertinya bangga pada aktornya itu. Di sebelahnya, duduk seorang aktris pemeran wanita di film tadi. Ia kelihatan kesal karena sepertinya dianaktirikan.
George menonton filmnya dari balik layar. Sudah kubilang kan tadi, behind the scene? Wkwkwk. Mungkin istilahnya memang sesuai dengan fungsinya saat itu. Adegan yang ditonton George terbalik dengan adegan yang dilihat penonton di depan.
Saat film selesai, George keluar melewati sisi panggung untuk menyapa penggemarnya. Ia membungkuk, memberi kecupan jauh, bahkan menari tap dance. Penonton bertepuk riuh menyaksikan aksi idolanya. Sementara itu, aktris yang menunggu di belakang layar tadi, menanti gilirannya untuk menyapa para penggemar. Tapi, alih-alih memanggil aktris itu, George malah memanggil Jack the dog (nama aslinya Uggie).
Mereka menari bersama, dan melakukan beberapa adegan konyol, seperti… saat George pura-pura menembak, Jack pun pura-pura mati. Sepertinya itu latihan istimewanya:-D
Aktris tadi masih tetap menggerutu di belakang panggung. George pun memanggilnya keluar.
Oh…
Coba tonton sendiri deh filmnya, betapa tiap ekspresi di film ini begitu bernilai setiap detailnya. Karena, selain berwarna hitam putih, film ini pun di buat bisu. Sayangnya… saya tidak mungkin memuat semua gambar, jadi tak ambil yang penting saja^_^
Setelah aksi panggung selesai, aktris itu marah-marah pada George di belakang panggung. Tapi malah dicuekin. Ketahuan kan… actor utama kita ternyata gak Cuma narsis tapi juga angkuh bangggeeettt…
Sementara itu, di luar gedung, para wartawan sudah menunggu untuk meliput film. George pun di wawancarai. Sambil diwawancarai, ia berjalan kesana kemari. Para fans pun berteriak histeris melihat idola mereka. Segerombolan gadis kegirangan berteriak –teriak dihalangi penjaga. Diantara para gadis fans itu, ada seseorang, tokoh utama kedua. Ia cantik,dengan tulang pipi yang tinggi, senyum yang menawan , mata yang berbinar dan pembawaan yang ceria. Gadis itu bernama Peppy Miller (diperankan oleh Bèrènice Bejo, bacanya gimana ya? Beho? Bejo?:-D)
Karena terdorong dari belakang, tak sengaja Peppy menjatuhkan dompetnya di depan kaki para penjaga. Ia pun berusaha mengambilnya dengan menerobos lengan penjaga. Tepat pada saat itu, George sedang berjalan mundur ke arahnya. Ia pun terlihat seolah mendorong George dari bawah. Wajahnya langsung pias.
Tapi, George langsung mencairkan suasana dengan menertawakan insiden itu. Tawanya disambut dengan tawa semua orang yang ada di situ. Bahkan, para wartawan meminta George dan peppy untuk berfoto bersama. Dan...
Jepret! Inilah awal kisah mereka…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar