Minggu, 22 Desember 2013

Perfume: The Story of A Murderer Part 1

Film Eropa (German) yang berdasarkan novel tahun 1985 yang berjudul ‘Perfume’ karya Patrick Suskind, menceritakan tentang kisah seorang maestro parfum yang mungkin namanya tidak akan pernah kita kenal di zaman sekarang, karena satu dan berbagai hal. Film ini mengambil setting di Paris kuno, sekitar tahun 1800-an. Film berdurasi 147 menit ini disutradarai oleh Tom Tykwer.
Pertama kali, rasanya malas sekali menonton film ini, karena setting awalnya gelap. Eh, ternyata ceritanya menakjubkan. Penasaran aja sih sama judulnya, keren sepertinya. Benar-benar keren lho. Tonton deh kalau tidak percaya. Apalagi kalau sebelumnya atau sesudahnya nonton Les Miserables, klop deh, serasa dibawa jalan-jalan terus ke kota Paris zaman baheula, hehehe. Kita mulai saja ya sinopsisnya.

Cast:
Ben Wishaw as Jean-Baptiste Grenouille
Dustin Hoffman as Giuseppe Baldini
Karoline Herfurth as Gadis penjual buah plum
Rachel Hurdwood as Laura Richis
Alan Rickman as ayah Laura
Dan lain-lain.


Adegan pertama. Gelap. Sesosok wajah seorang pemuda muncul di layar. Wajah dan tubuhnya kotor. Posturnya kerempeng dan pucat. Ada rantai yang membelenggu tangan dan kakinya. Ia berada di dalam penjara. Terdengar kegaduhan di depannya. Beberapa petugas dengan tergesa-gesa membuka pintu selnya, lalu menyeretnya keluar, menuju ke balkon luar gedung penjara. Penjara itu berdinding dan berlantai batu. Lagi-lagi, gelap menyelimuti. Dengan tertatih-tatih pemuda itu mengikuti seretan peetugas. Sampai di balkon, ia disambut ribuan orang yang menyerukan kemarahan mereka kepadanya. Ekspresinya seolah mengatakan: memangnya apa yang salah denganku?


Jaksa menuntut petugas untuk segera membacakan vonis bagi pemuda itu. Jean-Baptiste Grenouille, diputuskan akan menjalani eksekusi besok pagi, dengan cambukan tongkat besi yang akan meremukkan seluruh belulangnya. Ngeri kan? Lebih ngeri lagi, orang-orang yang di bawah sana mengangkat senjata apapu yang mereka bawa, garpu rumput, parang, dan sebagainya, bersorak mendengar hukuman bagi Grenouille. Ternyata, sadis berjamaah itu merindingkan bulu roma, asli. Vonis berikutnya adalah, setelah tulang belulangnya remuk, dalam keadaan hidup, ia akan digantung, dan jasadnya akan dibiarkan jadi santapan burung bangkai. Waw.
Sebenarnya, apa yang membuat orang-orang itu sangat marah? Apa yang sudah diperbuat oleh Grenouille? Jawabannya, ada di alur flashback film ini.


Jean-Baptiste Grenouille di lahirkan di sebuah tempat paling berbau busuk di sebuah sudut di kota paris, yaitu pasar ikan. Ibunya yang sedang mengandungnya, berjualan ikan di sana. Tempat itu sepertinya dingin, kotor, air hitam di mana-mana, dan becek. Bahkan, orang-orangnya pun kotor dan lusuh. Tiba-tiba ibunya merasa akan melahirkannya. Ia langsung masuk ke dalam kios yang tertutup kain. Ini adalah kelahirannya yang ke lima. Jadi, ia tidak begitu panic menghadapinya. Ia berjuang melahirkan sendirian, dan untungnya, lancar. Bayi itu lahir tanpa menangis berlebihan. Dengan gesit, ibunya langsung memotong tali pusar bayi itu dan menyingkirkannya ke tumpukan sampah tulang ikan yang basah, hitam, busuk, amis, penuh belatung dan tikus, serta dingin, berharap ia akan ikut terbuang ke sungai bersama sampah-sampah itu. Keluarganya terlalu miskin untuk menambah anggota. Lalu ia kembali berdiri dengan susah payah dan pucat untuk melayani pembeli. Di atas tumpukan sampah, tubuh bayi itu menggigil kedinginan. Hidungnya mengendus aroma di sekitarnya, bersiap untuk berteriak pada dunia bahwa ia ada. Pembelinya menanyakan apakah ia baik-baik saja. Sebelum ibu itu sempat menjawab, terdengar tangisan bayi yang sangat keras. Pembeli itu dan beberapa orang langsung  melongok ke dalam kios dan mendapati bayi mungil teronggok begitu saja. Orang-orang pun langsung menuduh bahwa ibu itu berniat membunuh anaknya (memang iya). Aneh memang kalau sudah kalap. Dikandung dengan berat selama Sembilan bulan hanya untuk dibunuh setelah dilahirkan? Gak salah tuh? Jadi, begitulah. Begitu lahir, Grenouille sudah mengantar ibunya ke tiang gantungan karena percobaan pembunuhan. Waw, karma berbalik.
Pemerintah mengirim Grenouille ke sebuah panti asuhan. Atau sepertinya tidak tepat seperti itu, karena pemilik panti itu membayar sejumlah uang untuk mendapatkan anak-anak. Sudah ada puluhan anak di dalam panti, yang lagi-lagi, gelap, dingin dan kumuh. Seorang anak lelaki sangat marah saat ia harus berbagi tempat tidur dengan Grenouille yang saat itu berada di keranjang. Ia mengajak teman-temannya untuk menyingkirkan bayi itu. Bayi itu mengendus aroma di sekitarnya. Penasaran, anak laki-laki itu mendekatkan jarinya ke wajah si bayi, yang langsung di tangkap dengan erat, dan diendus di hidungnya. Buru-buru anak laki-laki itu melepaskan jarinya, mengambil bantal dan mendekapkan ke wajah Grenouille. Tentu saja bayi itu menangis keras. Ibu panti yang seperti orang lelah dan marah, lebih marah lagi melihat tingkah anak-anak itu. Grenouille tetap hidup, anak-anak itu mendapat hadiah pukulah berkali-kali. Pada saat itu, seluruh anak panti tahu, bahwa Grenouille pastinya istimewa.


Saat Grenouille berumur lima tahun, ia belum bisa bicara dan tak punya teman. Anak-anak panti takut padanya karena ia punya kebiasaan aneh, yaitu mengendus sesuatu. Ia menikmati seluruh aroma yang ia temui. Aroma tanah, aroma rumput, aroma apel busuk, apel matang, dan bangkai. Ia hanya memilahnya, tanpa tahu bau itu enak atau tidak, pokoknya bau. Tidak ada bedanya bunga dan bangkai, tidak ada bedanya busuk dan tidak. Otaknya otomatis mengenali dan menyimpan aroma, tapi tak mampu ia utarakan kembali. Ketika mengendus bangkai, ia tahu ada aroma belatung yang sedang menggerogoti di dalam sana.
Saat usianya tiga belas tahun, saat ia mulai berbicara, ia penasaran karena tidak semua aroma ada namanya. Ia bisa mencium aroma air kolam, mengenali batu basah di dalamya, aroma ikan yang berenang, lumut, kodok, dan semuanya ia hirup dari kejauhan. Tapi ia tak bisa mengenali aroma telur kodok karena tak tahu namanya. Begitulah, ia mengenal semua aroma di sekitarnya, tapi tak tahu namanya. Kemudian, ibu asuhnya menjualnya ke tempat penyamakan kulit di pinggiran kota. Ia dihargai murah, dan uangnya langsung lenyap karena ibu asuhnya dirampok dan di bunuh, bahkan sebelum jauh dari tempat penyamakan kulit itu.


Tempat penyamakan kulit adalah tempat yang berbahaya bagi kesehatan. Banyak bahan kimia yang terlibat di dalamnya. Tapi, Grenouille bekerja dengan keras, 15-16 jam sehari, tanpa bicara, tanpa mengeluh, hanya bekerja. Majikannya terkesan akan kerajinannya itu. Sering, setelah selesai bekerja, Grenouille menatap kerlip kota di seberang sungai, dan berharap bisa berkunjung ke sana, karena pastinya banyak aroma yang belum ia jelajahi di luar sana. Sampai adegan ini, warna dalam film ini masih buram, hitam, krem dan coklat.

 





Suatu hari, harapannya terkabul. Majikannya mengajaknya untuk melakukan pengiriman kulit ke kota. Ia selalu ketinggalan langkah karena sibuk dengan aroma baru yang ia hirup. Aroma kota dan orang-orangnya benar-benar berbeda. Tampilan layar juga sudah mulai warna-warni, tidak lagi kotor dan kumuh. Wanita-wanita cantik berseliweran dengan kereta kuda. Toko-toko parfum menyemprotkan minyak wangi pada para pelanggan, dan sebagainya. Saat majikannya sedang melakukan transaksi, ia menyelinap untuk berjalan-jalan menikmati aroma dengan lebih leluasa. Di sebuah toko parfum, seorang master sedang memamerkan parfum andalannya, Amor and Psyche. Parfum yang sedang trend saat itu. Grenouille mengintip dari jendela, menyesap aromanya. Tiba-tiba, ia menghirup aroma lain, yang menggelitik hidungnya, memancing otaknya untuk berkata: aku suka. Ia mengikuti aroma itu, dan tertumbuk pada seorang gadis penjual buah plum. Gadis itu lusuh, tapi cantik dan bersih. Grenouille mengikuti gadis itu kemanapun, berharap tidak kehilangan aromanya. Ia tidak berani dekat-dekat, tapi ia tetap tahu gadis itu berjalan ke mana. Tahu diikuti, gadis itu berbalik. Ia menawarkan plum pada Grenouille. Namun, Grenouille hanya terpana dan tak bereaksi apapun, malah menarik tangan yang menyodorkan buah itu, membawanya ke hidungnya dan mengendusnya. Gadis itu kaget dan takut, lalu melenggang pergi. Grenouille tetap mengikuti. Tapi, ada saatnya ia kehilangan jejak. Ia mencari ke sana kemari mengandalkan penciumannya. Ia melewati kerumunan orang dan beberapa petugas yang sedang menyalakan kembang api. Ia terkesima sekejap, lalu kembali menelusuri jejak aroma gadis itu. Aromanya menuntunnya ke lorong gedung-gedung. Gadis itu sedang duduk di emperan gedung, hanya beratap kain seadanya, dengan sepasang bangku dan meja. Ia sedang mengupas plum, tanpa tahu ada seseprang yang sedang mendekatinya. Grenouille begitu dekat, tapi gadis itu tak merasakan kehadirannya. Grenouille mengendus-ngendus rambut gadis itu, lehernya, tengkuknya. Akhirnya, gadis itu terkesiap. Antara bingung dan takut, ia menatap sosok di depannya. Ia hendak berteriak saat ada sepasang kekasih berjalan kea rah mereka. Dengan sigap Grenouille membekap mulut gadis itu, menunggu pasangan itu berciuman di depan mereka lalu pergi. Mereka berada di sudut yang gelap, jadi tidak ada yang menyadari apa yang terjadi. Gadis itu meronta, dan akhirnya kehabisan nafas tanpa Grenoille sadari. Gadis itu mati di tangannya. Grenouille hanya bengong. Sepertinya ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini. Bukannya mengkhawatirkan dirinya yang telah membunuh, ia malah panic karena aroma gadis itu memudar seiring hilangnya nyawa. Ia merobek pakaian gadis itu, mengendus setiap inci tubuhnya, menikmati aromanya. Sia-sia. Gadis itu tak lagi beraroma. Ia frustasi, dan meninggalkan mayat gadis itu begitu saja. Grenouille kembali ke tempat penyamakan kulit hanya untuk mendapat cambukan dari majikannya karena telah melarikan diri, dan ia menerima pukulan itu dengan ekspresi biasa saja. Malam itu, ia tidak bisa tidur karena terus kepikiran aroma gadis itu. Ia jadi terobsesi, dan berniat untuk menemukan cara mengawetkan aroma.

Note:
Bagian pertama tidak begitu indah ditonton, karena ya itu, gelap, kumuh, kotor  dan menjijikan. Saya mengkategorikan karakter Jean-Baptiste Grenouille adalah orang lugu yang sakit jiwa. Karena dibesarkan di  tempat yang tidak layak, ia tidak diajari sopan santun dan beberapa pengetahuan dasar  yang akan memuaskan rasa penasarannya pada aroma. Kemampuan penciumanya yang sedetail anjing, membuatnya jadi manusia istimewa, yang sayangnya, karena tidak didukung oleh pengetahuan itulah, ia jadi seenaknya (wong yang pada sekolah saja sering seenaknya ya?)
Film ini banyak adegan tidak pantas nya. Tidak dianjurkan ditonton anak-anak. Bukan adegan sex yang bagaimana… begitu. Tapi, banyak ketelanjangan yang diekspose dalam rangkaian pembunuhan. Juga, banyak kekerasan yang tidak patut ditonton anak-anak. Apalagi, ceritanya terlalu gelap untuk dicerna. Saat adegan  mengendus di bagian terakhir dengan gadis penjual plum itu, adegannya bisa dibilang erotis, tapi juga manis. Rasa penasaran lebih dimaklumi daripada kejahatan itu sendiri (menurutku lho, kalau menelaah karakternya si Grenouille). Kepolosan itu membuatnya tak mengerti bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kejahatan. Ia hanya tahu, dan hanya peduli pada petualangan aromanya. Mungkin, karena di tempat ia dibesarkan, nyawa tidak ada harganya ya? Kasian orang-orang yang hidup di tempat yang tidak mengajarkan kebenaran. Okkkeeeh… kita lanjutkan ke bagian 2 ya … saya belum tahu akan jadi berapa bagian, semoga tidak terlalu banyak.



3 komentar: