Minggu, 21 Juli 2013

Life of Pi part 9

 
 Perahu Pi terombang-ambing menyusuri gelombang lautan. Pi merasakan kesadarannya kian lama menghilang. Setelah beberapa lama, Pi merasakan ada naungan sejuk di atasnya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Dari matanya yang perih, ia melihat seberkas warna kehijauan yang sejuk dan menenangkan. Ia pikir pasti mimpi, atau sudah berada di surga.
Ia mencoba bangkit, tubuhnya kepayahan, jadi ia memastikan bahwa ia masih hidup. Dan kehijauan itu nyata. Ada rimbunan pepohonan di tempat perahunya tertambat. Pi melompat turun. Kakinya begitu lemas hingga ia tak sanggup menjejakkannya di tanah. Tanah? Tidak ada tanah di pulau itu. Pulaunya seolah mengambang dan tanahnya terbentuk dari jalinan akar-akar pohon seperti gambar dan dianyam dengan ketat. Pi mencabuti beberapa rumput dan memakannya. Rasanya segar sekali. Ia juga memotong akar dan mendapati rasanya yang enak dan penuh air.
 
Pi memutuskan untuk berjalan-jalan menjelajahi pulau setelah tubuhnya agak kuat. Ia melihat ada ribuan meerkat, sejenis rakun sedang mengerumuni beberapa kolam yang bentuknya bulat sempurna, yang tersebar di tengah-tengah pulau. Pi penasaran. Ia mendekati kolam, ingin tahu apa yang di tunggu para meerkat itu. Mereka begitu jinak, tak terganggu sedikitpun saat Pi menyingkirkan mereka untuk membuka jalan. Ia melewati mereka dan menginjak beberapa tulang ikan yang tersebar di sekitar situ. Pi pikir, meerkat-meerkat itu pemakan ikan.
 
 
Pi mendekati kolam dan melihat tidak ada ikan di dalamnya. Darimana para meerkat itu mendapatkan ikan? Pi melongok dan terkesima melihat kolam itu terhubung langsung ke laut dalam. Ikan-ikan itu pasti dari laut. Ia mencicipi air kolam dan girang setengah mati karena airnya tawar. Berarti ganggang raksasa itu menyaring air laut menjadi air tawar. Perhatiannya teralih saat ia melihat Richard Parker sedang menangkapi meerkat. Ia memutuskan untuk berenang. Sekian lama bertemu air asin, ia minum sepuasnya  dan membersihkan dirinya dengan gembira.
 
 
 
Senja merenda di ujung samudra. Pi ingin tinggal di pulau itu karena makanan dan air tawarnya melimpah. Ia menyiapkan beberapa selimut dan tali dari perahu, merakitnya di cabang pohon untuk ia tiduri. Semakin gelap, Pi semakin dikejutkan oleh pulau itu. Para meerkat berlarian ke atas pohon seolah ada hantu yang mengejar mereka di atas sana. Mereka mengerubuti tempat tidurnya dan berdesak-desakan di dahan pohon. Beberapa yang naik terlambat, terengah-engah sambil menjilati kaki mereka.
 
Tengah malam, Pi terbangun dan melihat kolam di bawahnya bersinar keperakan. Ia pun takjub dan memperhaatikan. Hatinya seketika menciut manakala ia melihat banyak ikan yang muncul dari dasar lautan tersedot ke kolam dan hancur perlahan, seolah kolam itu mencernanya.
 
Pi menemukan sebuah fakta yang mengerikan. Ia mengkhawatirkan Richard Parker yang ternyata bisa ia lihat dari kejauhan, sudah kembali ke perahu. Ia  pun lega. Ia memperhatikan sekeliling dan melihat pepohonan juga bersinar keperakan. Seluruh pulau bersinar menarik para ikan. 

Ia penasaran karena buah yang di pohon juga bersinar. Ia pun memetiknya. Buahnya terasa ringan seperti tak berisi. Ternyata buah itu kumpulan daun yang melekat membentuk bulatan. Ia menguapas daun itu satu per satu dan bulu kuduknya meremang karena ada gigi manusia di dalamnya.
Pi menemukan fakta bahwa pulau itu benar-benar karnivora, dan ia menyatakan hal itu saat Yann Martell meragukan pernyataannya.
 
 
Pi terlalu ngeri untuk tinggal di sana. Ia memutuskan meninggalkan pulau itu. Ia membawa persediaan air tawar, ganggang, dan meerkat untuk Richard Parker. Lalu ia berlayar kembali. Ia pikir, saat ia menyerah, Tuhan membuat ia mampir ke pulau ini untuk melanjutkan perjalanan, jadi ia harus melanjutkannya.
 
Bulan berganti lagi, persediaan mulai habis. Pi dan Richard Parker kehabisan tenaga lagi saat ia akhirnya terdampar di sebuah pantai di meksiko. Rasanya kakinya tak sanggup untuk meninggalkan perahu. Ia menjejakkan kakinya di pasir yang lembut dan terjatuh di pasir pantai. Tubuhnya sangat-sangat lemah.
 
Richard Parker melompatinya dan berjalan menyusuri pantai. Sampai di tepi hutan, harimau itu berhenti. Pi berharap harimau itu akan berbalik dan mengaum padanya, sekedar mengucapkan selamat tinggal. Ternyata tidak. Richard Parker melenggang begitu saja memasuki hutan.
 
Pi menangis keras melihatnya. Ia merasa patah hati ditinggalkan begitu saja. Ia masih menangis saat orang-orang membawanya ke rumah sakit terdekat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar