Pi merasa tindakannya mengumpulkan seluruh perbekalan di rakit agar ia tak perlu lagi ke perahu, sangat-sangat bodoh. Sekarang perbekalannya tinggal sedikit. Karena hanya itu yang berhasil ia kumpulkan setelah insiden semalam. Lapar membuatnya terpaksa beralih haluan. Mau tak mau ia harus makan ikan. Hanya itu yang disediakan lautan untuknya.
Sebenarnya, ada beberapa perbekalan yang belum ia ambil di perahu. Ia juga butuh kait yang bisa berfungsi untuk jangkar, untuk menagkap ikan. Ia pun ke perahu dan berhadapan lagi dengan Richard Parker. Belum sempat mereka saling menujukkan taringnya, Pi terpeleset di terpal dan tertampar oleh sesuatu. Ternyata seekor ikan Torani alias ikan terbang. Pi melemparkan ikan itu ke Richard Parker. Pi dan Richard Parker sama-sama memandang ke sumber lemparan. Mereka takjub karena masih ada ribuan ikan di lautan yang siap terbang ke arah mereka.
Sebenarnya, ada beberapa perbekalan yang belum ia ambil di perahu. Ia juga butuh kait yang bisa berfungsi untuk jangkar, untuk menagkap ikan. Ia pun ke perahu dan berhadapan lagi dengan Richard Parker. Belum sempat mereka saling menujukkan taringnya, Pi terpeleset di terpal dan tertampar oleh sesuatu. Ternyata seekor ikan Torani alias ikan terbang. Pi melemparkan ikan itu ke Richard Parker. Pi dan Richard Parker sama-sama memandang ke sumber lemparan. Mereka takjub karena masih ada ribuan ikan di lautan yang siap terbang ke arah mereka.
Ikan-ikan itu menampari wajah dan tubuh mereka. Pi hanya bisa melindungi dirinya dengan tangan. Beberapa ikan terhempas ke dalam perahu. Tiba-tiba, beberapa ikan cakalang mengejar ikan-ikan terbang itu. Salah satu ikan cakalang itu terdampar di perahu. Pi merasa itu adalah kesempatannya. Ia hendak mengambil ikan itu untuk ia makan. Tapi, karena jatuhnya di tempat Richard Parker, ia harus berjuang untuk mengambilnya. Pi mengacung-acungkan tongkat untuk menakut-nakuti Richard Parker. Lalu mengambil ikan itu dengan jangkar pengait tadi. Lihatlah tubuhnya, mengkilat penuh dengan sisik ikan.
Pi mulai memakan ikan itu dengan hati terluka. Ia setengah menangis. Bagaimanapun, ia sangat lapar, dan ia harus bertahan hidup karena hidup itu anugerah dari tuhan dan ia harus sekuat tenaga menjaganya.
Ia menyisakan ikan itu untuk suatu tujuan. Ia pikir, dengan ijin tuhan, harimau itu pasti bisa dilatih. Maka, ia pun mulai membuat persiapan pelatihan. Ia meraut ujung tongkat yang ia gunakan sebelumnya. Lalu ia ke perahu untuk mencoba peruntungannya menghadapi Richard Parker. Pi mengacung-acungkan tongkat itu untuk menunjukkan bahwa ia lebih kuat. Ia ditanggapi dengan beberapa serangan yang kali ini bisa ia hadapi. Pi mencoba memindahkan Richard Parker ke sisi lain perahu untuk mengambil beberapa barang, sekaligus menegaskan kekuasaannya. Setiap harimau itu bergeser, Pi memberinya hadiah sepotong ikan yang sudah ia siapkan di kantong yang ia ikatkan di belakang punggungnya. Atau ikan itu ia gunakan untuk memancing harimau itu agar bergeser. Akhirnya, misinya berhasil. Richard Parker bisa ia taklukkan.
Pi kembali ke rakit dengan beberapa alat baru. Ia menangkap beberapa ikan dan menjemurnya. Ia mengisi jurnal yang ia tulis di buku manual, bahwa sekarang ia akan mendahulukan kepentingan Richard Parker, karena dengan begitu ia lebih fokus. Ia pun beristirahat sejenak di naungan sederhana yang ia buat dan merasa sangat bersyukur karena tempat berteduh yang sesederhana itu bisa terasa sangat nikmat.
Richard Parker memandangi Pi seolah menyatakan kesediannya untuk berteman. Tiba-tiba, mereka di kejutkan oleh segerombolan lumba-lumba di kejauhan. Pi dan Richard Parker memandanginya dengan takjub. Di antara gerombolan lumba-lumba itu, Pi melihat seperti sebuah kapal sedang berjalan. Benar, ada sebuah kapal di kejauhan.
Pi memberi aba-aba keberadaan dirinya dengan tembakan cahaya hingga asap. Tapi kapal itu tidak tahu dan terus jalan menjauh. Pi terus meyakinkan dirinya untuk tidak putus asa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar